Tampilkan postingan dengan label Filosofi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Filosofi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Juni 2010

Cermin-cermin ajaib

Manusia adalah Alam yang secara kreatif menatap kembali dirinya sendiri (Fredrich Von Schlegel)

Kalau disuruh memilih, lebih memilih mana? "lebih pintar menilai diri sendiri dibandingkan menilai orang lain" atau " lebih pintar menilai orang lain daripada menilai diri sendiri"?
Kalau disuruh memilih, lebih memilih mana? "lebih pintar memahami diri sendiri dibandingkan memahami orang lain" atau " lebih pintar memahami orang lain daripada memahami diri sendiri"?

Setelah melakukan Survey kecil-kecilan di sini dan di sini, kebanyakan orang menjatuhkan pilihannya pada "lebih pintar menilai diri sendiri dibandingkan menilai orang lain" dan "lebih pintar memahami diri sendiri dibandingkan memahami orang lain".

Bagaimana bila pertanyaan itu saya tanyakan kepada diri saya sendiri? Saya akan menjawab " lebih pintar menilai orang lain daripada menilai diri sendiri" dan " lebih pintar memahami orang lain daripada memahami diri sendiri". Alasannya? inilah sekeping pemikiran bodoh saya :

Masih ingat pepatah ini? Gajah di pelupuk mata tak terlihat, kuman (ato semut yah?) di seberang lautan terlihat; yang artinya bahwa kesalahan sendiri begitu sulitnya disadari, tetapi kesalahan orang lain begitu mudahnya dicari. Wajar saja, soalnya si Gajah bersembunyi di balik pelupuk mata, jadi mana bisa dilihat? Butuh sebuah cermin untuk melihat sang gajah di pelupuk mata.

Manusia ibarat sebuah cermin ajaib. Cermin ajaib yang merefleksikan siapa diri kita sebenarnya…

Saya analogikan dalam sebuah cerita…

Setelah maen Ayo Dance sampai malem… Ngantuk mau tidur, ngaca dulu di depan cermin.
“ohh… masih cantik” pikir saya… (ke PD an mode on)

Bangun tidur karena kesiangan, langsung melompat ke meja makan untuk sarapan bersama. Semua keluarga tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
“Hei ada apa?” tanya saya.
“Makanya ngaca donk, ngaca!!!” ucap kakak saya sambil cekikikan…
Baru saya sadar ketika melihat di depan cermin… Wajah cantik saya penuh dengan coretan lipstick korban kekejaman yang dilakukan oleh saudara kandung saya sendiri. Tiga buah garis kerutan di dahi, kumis doraemon dan jenggot merah… “Grrr!!!”

Akhirnya saya langsung mandi, membersihkan seluruh noda lipstick dengan air dan sabun di depan cermin. Habis mandi, ganti baju, dandan di depan cermin biar tambah cantik (centil mode on), lalu… siap untuk melakukan aktifitas seharian penuh!!!
  1. Cermin dibutuhkan untuk mengetahui seperti apa diri kita sebenarnya
  2. Cermin dibutuhkan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari
  3. Cermin dibutuhkan untuk membantu kita dalam usaha memperbaiki diri dan mengoptimalkan apa yang telah kita miliki.
Dalam hal memilih cermin yang akan kita pakai, tentunya tidak bisa sembarangan saja. Tidak semua cermin itu sempurna. Cermin cembung, cermin cekung, cermin buram, cemin retak… semuanya akan merefleksikan gambaran yang akan berbeda. Sehingga kita harus pandai-pandai menilai, cermin ini termasuk ke dalam jenis cermin apa.

Tapi seperti halnya “tiada gading yang tak retak” begitu pula manusia… sepertinya akan sangat sulit menemukan sebuah cermin yang benar-benar jernih dan datar yang mampu merefleksikan diri kita dengan sempurna. Kalaupun ada, mampukah kita menemukannya? Hanya dengan keberuntunganlah, mungkin kita dapat menemukan salah satunya.

Jadi bagaimana bila kita kurang beruntung? Yah bagaimana lagi, mau tidak mau kita hanya bisa menggunakan cermin yang ada saja. Tapi bukankah refleksinya akan berbeda dengan kenyataan diri kita yang sebenarnya? Pahami… belajarlah memahami… apa artinya?

Hanya ada cermin cembung? maka pahamilah… cermin cembung selalu merefleksikan diri kita menjadi sebuah gambaran yang agak gemuk, besar, dan bulat. Maka kita akan sadar… kita tidaklah segemuk, sebesar, dan sebulat itu… Maka manfaatkanlah kejernihannya untuk setidaknya mengetahui kebenaran bahwa mata kita tetap indah, hidung kita tetap mancung, bibir kita tetap seksi, dan kulit kita tetap putih mulus.

Hanya ada cermin buram? maka pahamilah… cermin buram selalu melalu merefleksikan gambaran yang agak kabur. Maka kita akan sadar… kita tidaklah sekotor dan seburam itu… Maka manfaatkanlah datarnya cermin buram untuk setidaknya mengetahui kebenaran bahwa tubuh kita tetap langsing, seksi, dan proporsional.

“Ah, itu sih saya juga tahu Pur! Jadi mana bagian ajaibnya?” tanya para cermin.
“Cermin yang bisa makan, minum, berbicara, berlari, dan bermimpi… bukankah itu cukup ajaib?” jawab saya

Koq jadi ngelantur saya? Akan saya simpulkan pendapat saya dari sini :

1. Manusia selalu membutuhkan sebuah cermin untuk mengetahui seperti apa diri nya sebenarnya, mengetahui kesalahan-kesalahan yang tanpa sadar telah ia perbuat, memperbaiki kesalahan tersebut, meningkatkan serta mengoptimalkan apa yang telah ia miliki.

2. Diperlukan sebuah kebijaksanaan dalam menilai cermin mana yang layak untuk kita pakai untuk merefleksikan diri kita, dan sebuah kebijaksanaan untuk memahami, mengapa kita tampak berbeda di depan cermin yang satu dengan cermin yang lain.

...
Tapi ini hanya pendapat saya lho… belum tentu mengandung kebenaran di dalamnya! Jadi teringat sebuah kalimat dalam dialog antara Theaetetus dan Socrates :
Socrates : … Sekarang kita perlu mengujinya, untuk melihat apakah ini hanya omong kosong ataukah mengandung kebenaran di dalamnya.

“Wahai cermin-cermin ajaib… siapakah wanita tercantik di seluruh jagad raya ini?” tanya saya sambil bawa-bawa martil…
“Puri!!!” jawab para cermin serentak.



Posting opo aku iki? ga jelas blas...!!!!

Senin, 17 Mei 2010

Manusia akan celaka jika diadili hanya dengan keadilan belaka !

Teringat kembali kepada beberapa postingan saya terdahulu :

-Otak segede Planet Jupiter?
-Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?
-Mari kita pahami ! Apa artinya ?

Saya kutipkan sebuah penggalan cerita dari salah satu Novel favorit saya yang berjudul "Sang Raja Jin : Novel tentang Cinta, Doa, dan Impian" ( hal. 118-124 )

Judul Asli : Master of the Jinn : A Sufi Novel
Pengarang : Irving Karchmar
Penerbit : Bay Street Press, Sag Harbor, NY, 2004
Judul Indonesia : Sang Raja Jin : Novel tentang Cinta, Doa, dan Impian
Penerjemah : Tri Wibowo BS
Penerbit Indonesia : Kayla pustaka

-------------------------------------------------------------------------------------------------
“Pada masa lalu, seorang faqir pengelana tiba di sebuah oasis di sebuah gurun di barat. Dia seorang Qalandar yang berkelana di gurun-gurun Afrika dan Arab selama bertahun-tahun. Dia mencari-cari tempat penyendirian agar bisa mengingat Tuhannya dan merenungi misteri-misteri-Nya. Amal, iman, dan kepasrahannya kepada Tuhan membuatnya dianugrahi kedamaian jiwa. Ketulusan dan ibadahnya di Jalan Cinta sangatlah mendalam, sehingga hal-hal gaib tersingkap padanya, dan dia menjadi seorang Wali, sahabat Allah.

“Faqir itu tiba di oasis pada malam hari. Ia segera merebahkan tubuhnyadi bawah pohon kurma untuk beristirahat sejenak sebelum menunaikan shalat tahajud. Tetapi, tanpa disadari, ada lelaki lain yang juga sedang beristirahat di dekat pohon itu.

“Tetapi lelaki itu adalah penjahat tersohor, gembong dari sekelompok penjahat yang dahulu sangat ditakuti orang. Mereka dulu suka merampok kafilah-kafilah pedagang kaya yang bepergian melalui kota-kota di pedalaman. Tapi kekejaman para penjahat itu akhirnya sampai ke telinga Sultan, dan karenanya ia memerintah prajuritnya untuk memburu dan membunuh gerombolan perampok itu. Banyak anggota perampok itu yang tertangkap dan di pancung kepalanya. Yang lainnya meninggalkan gembong penjahat itu. Sebagian lagi mengkhianatinya karena takut dihukum mati seperti kawan-kawannya yang lain.

“Akhirnya, pentolan penjahat itu sendirian. Hartanya ludes semua. Uangnya yang terakhir sudah habis dalam pelarian. Kini ia menjadi buronan nomor wahid. Kepalanya dihargai sangat mahal. Bahkan mantan kawan-kawannya, yaitu para penadah barang-barang hasil jarahannya, kini tak mau lagi menolongnya. Mereka juga takut jika kemarahan Sultan menimpa diri mereka. Karena itulah penjahat ini melarikan diri berhari-hari melintasi gurun dan sampai di oasis tersebut dalam keadaan letih dan lapar. Ia duduk di bawah pohon dan merutuki nasibnya yang malang.

“Malaikat Munkar dan Nakir, yang bertugas menanyai orang yang sudah meninggal, melihat keadaan dua orang itu. Kata malaikat Munkar, ‘di sini jelas tampak beda antara emas yang murni dan yang palsu. Dua orang ini sudah bisa dinilai mutu jiwanya, walau mereka belum mati. Allah akan mengangkat lelaki yang saleh dan setan akan menemani lelaki jahat itu.’

“Pastilah demikian,’ kata Nakir setuju. ‘Emas sejati amatlah langka. Surga amatlah luas, dan neraka penuh api yang menyala-nyala hingga ke dasarnya.’

“Allah mendengar bersitan pikiran kedua malaikat-Nya itu. Dia lalu berbicara kepada hati dua malaikat itu: ‘Kalian telah menghakimi nasib mereka. Namun manusia akan celaka jika Aku menghakimi makhluk-Ku hanya dengan keadilan belaka. Bukankah Aku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Saksikanlah! Aku akan mengunjungi mereka dalam tidur dan visi mereka, agar kalian tahu kebenaran sejati dari makhluk-Ku.

“Lalu Allah menidurkan dua orang itu dan mengirimkan mimpi kepada si faqir dan penjahat tersebut. Qalandar yang alim itu bermimpi di dalam neraka, bahkan berada di dasar neraka yang paling dalam, dengan nyala api yang paling lebat dan hebat. Sedangkan pentolan penjahat itu berada di surga, berdiri bersama-sama para Wali Allah di hadapan singgasana-Nya.”

“Kedua malaikat itu menyaksikan si faqir yang saleh berada di tengah-tengah neraka, dan melihat orang yang sangat baik ini berdiri telanjang dengan api membakar dagingnya. Jeritan jiwa-jiwa yang tersiksa membuat telinganya sakit. Tetapi lelaki itu tidak merasakan kesakitan saat api neraka membakarnya, dan ia bahkan tidak terkejut maupun takut. Ia hanya memikirkan Sang Kekasih, dan penderitaan sehebat apapun tidak bisa mengalihkan perhatiannya kepada Allah. Ia lalu duduk diselimuti kobaran api yang panas dan menyesakkan. Dengan suara tenang dan keras Sufi itu mulai berzikir:

“’Laa ilaaha illallal! Laa ilaaha illallah!’

“Api itu menyala lebih hebat saat zikirnya menggelegar. Lalu api itu meredup, dan gunung-gunung api di neraka bergetar hebat mendengar zikirnya. Jiwa-jiwa lain yang disiksa di neraka berhenti menjerit dan memasang telinganya lebar-lebar, karena nama Allah selama ini tidak pernah diucapkan di neraka. Kemudian semua suara lenyap kecuali suara zikir itu. Lelaki itu terus berzikir sampai dasar dan fondasi neraka berguncang hebat, sedangkan para penghuni lain yang terkutuk di neraka mulai mendapatkan secercah harapan untuk bebas dari azab neraka.

“Neraka itu pasti akan runtuh berkeping-keping jika Iblis tidak muncul dan memohon kepada si faqir untuk menghentikan zikirnya. Tapi lelaki saleh itu terus saja berzikir, sebab sudah lama ia menapaki Jalan Cinta, dan kehendak Sang Kekasih sudah menjadi kehendaknya, entah ia dimasukkan ke dalam surga atau neraka.”

“Allah juga memperlihatkan keadaan penjahat itu kepada kedua malaikat-Nya. Mereka melihat penjahat itu berdiri dengan jubah panjang, gemetar di tengah-tengah penghuni surga di hadapan singgasana Allah Yang Mahakuasa. Dan Malaikat Jibril berbicara kepada lelaki itu :

“’Dengan rahmat dan kasih sayang Allah, Penciptamu, perbuatan burukmu telah dimaafkan,’katanya. ‘Kini masuklah dengan damai.’

“Dan kini, kebenaran memasuki hati si penjahat itu. Ia amat takjub, air mata menetes di matanya. Lalu ia menyaksikan keagungan dan keindahan Dzat Yang Maha Pengasih. Ia pun tersungkur dan menangis sejadi-jadinya.

“Dan Allah berfirman kepadanya : ‘Wahai anak cucu Adam, janganlah takut. Sebab tiada satu pun yang terperosok ke dasar tanpa bisa kuangkat kembali ke permukaan.’

“Penjahat itu tak lagi jeri. Ia berlutut dan bersujud kepada-Nya sebari terus menangis. Air matanya mengalir tiada henti. Ia menyesali hidupnya yang kelam di masa lampau. Air matanya menjadi aliran rahmat yang tak bisa berhenti. Kaki Sang Wali yang tidur di sebelahnya basah oleh air matanya.

“Ia akan terus menangis kalau saja visi yang dihadirkan Allah itu tidak diakhiri. Kedua lelaki itu bangun mendadak. Kemudian sang penjahat melihat si faqir. Ia mendekati faqir itu sambil masih menangis. Si faqir yang mengetahui keadaanya lalu memeluknya. Mereka berdua melakukan shalat dan berdoa bersama sampai fajar mengembang. Akhirnya, penjahat itu menjadi murid si faqir. Demikianlah…

“Sementara itu, Malaikat Munkar dan Nakir, yang baru saja melihat setetes dari rahmat Allah yang tiada habisnya, bersujud di hadapan Tuhan. Mereka malu karena terburu-buru menghakimi. Penilaian Allah berada di luar pemahaman manusia dan malaikat.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Bererapa istilah :
  • Faqir : Secara harfiah bermakna fakir. Dalam istilah Sufisme, faqir adalah seseorang yang hidup dalam kebersahajaan spiritual, tak terikat kepada apa pun selain Tuhan
  • Darwis : Murid dari Syekh Sufi
  • Qalandar : Darwis pengembara yang penyendiri
  • Syekh : (1) Pemimpin sebuah kota atau kampung; (2) Kepala lembaga keagamaan di sebuah kota atau daerah; (3) Dalam Sufisme, berarti guru spiritual.

Senin, 05 April 2010

Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?

"Manusia adalah ukuran segalanya" (Protagoras, ± 490-420 SM)

Beberapa saat yang lalu saya menanyakan sebuah pertanyaan iseng di Yahoo Answers. Pertanyaannya adalah : "Apa Dosa terbesar umat manusia?"
Versi aslinya bisa klik disini ^_^

Beberapa jawaban cukup menarik, tetapi ada satu yang sangat menarik perhatian saya... yaitu jawaban dari user Mikimos. Dia mengatakan :

bicara dosa sepertinya masuk koridor religi..... ya tentoenya tiap agama ato kepercayaan masing2 punya jawabannya sendiri..... secara moral sebagai seorang manoesia ia bisa merasa bersalah..... namoen beloem tentoe merasa berdosa..... jika dengan adanya "kesadaran dan kepercayaan"..... merasa bersalah pastinya merasa berdosa.... ato bahkan secara langsoeng menyebut segala kesalahan itu sebagai dosa.....

jika dijawab dosa apakah nyang terbesar tentoenya sebatas jawaban "textbook" juga jawaban bersifat "personal religius-moralitas" sejauh pengalaman dan pemahamannya sebagai seorang manoesia......

hehehe....hitungan besar kecilnya gimana? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... jika mau disadari dan dipandang lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental......manoesia menilai manoesia itu konyol kan?


Tidak menjawab pertanyaan saya ini, tapi saya cukup suka dengan pemikirannya. Pemikiran yang transcendental... Pemikiran super Objektif... atau biasa saya sebut sebagai "pemikiran Dewa"... Seorang dewa yang terbang bebas melihat tingkah laku manusia sambil berkata "betapa indahnya badai orang-orang konyol ini"... Hohoho... benar-benar pemikiran seorang Filsuf. Kenapa juga saya tanyakan pertanyaan seperti ini ke room Filosofi? Hehehehe...

Tentu saja dalam sudut pandang ini, apa yang user Mikimos tidaklah salah... Tepat sekali malahan menurut saya. Saya pun sebenarnya menanyakan pertanyaan tersebut dalam lubuk hati terdalam memang ingin menilai juga... menilai seberapa pintar jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... menilai seberapa menarik jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... hingga menilai, manakah jawaban yang akan saya pilih sebagai Jawaban Terbaik... Artinya disini saya sebagai manusia menilai manusia lainnya... Tapi konyol kah? Nah ini dia !!!

Menurut saya memang begitulah takdir manusia... Saling menilai !!! baik menilai diri sendiri maupun orang lain... Dalam lingkungan pertemanan misalnya, saling menilai mana yang layak untuk dijadikan teman dan mana yang tidak... Dalam jenjang pendidikan misalnya, mana yang layak mendapatkan nilai baik dan mana yang layak mendapatkan nilai buruk... Di mata hukum juga, manakah perbuatan yang melanggar hukum dan mana yang tidak... dan masih banyak lagi !!! semua manusia saling menilai... konyol kah?

Dan kehidupan manusia pun tidak akan berjalan dan berkembang tanpa adanya penilaian-penilaian tersebut... Coba bayangkan hidup tanpa saling menilai! mana kawan mana lawan... pendidikan tak akan berjalan... hukum tidak berpihak pada keadilan... Dan lain-lain.

Bagaimana dengan standar penilaiannya? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... Klo ga ada? yah terpaksa kan harus kembali menilai lagi kan? pake standar "personal religius-moralitas" misalnya juga ga ada salahnya kan? bahkan kita juga bisa menilai lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental mungkin? Yah, manusia tidak semuanya sama kan dalam menilai standar yang dia pahami sebagai standar yang benar? Orang untuk menilai siapa nyang "menetapkannya", manusia itu kadang masih bisa berbeda pendapat koq...

Daripada saya tidak bisa menilai untuk memberikan Jawaban Terbaik pada siapa? Apa saya biarkan untuk di Vote aja? Heii!!! bukankah Vote juga salah satu bentuk daripada sebuah penilaian? Hahahaha... Konyol sekali saya!!!

Entahlah penilaian saya ini benar atau tidak, tapi saya menilai bahwa sebaiknya manusia menilai agar nilainya tersebut dinilai oleh lain, sehingga ia bisa menilai kembali apakah nilainya tersebut benar atau salah sesuai dengan pertimbangan nilai dari orang lain yang menilai nilainya tersebut... Lho-lho-lho... koq jadi bingung saya ! Hehehehe...

Baca selanjutnya : Mari kita pahami! Apa Artinya?

Minggu, 28 Maret 2010

Akhirnya... Jawaban Terbaik ke-100

Horeee!!! Akhirnya jumlah Jawaban terbaik (BA, Best Answer) saya di Yahoo! Answers sudah mencapai 100 (Pamer mode on). Saya tahu sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan, tetapi apa salahnya dipamerkan? Toh tujuan sebenarnya saya pamerkan disini adalah “untuk mengisi kekosongan ide postingan di blog saya ini”. Terima kasih saya pada user ulus p yang dengan begitu murah hatinya menjatuhkan pilihannya pada jawaban saya, sehingga jawaban tersebut menjadi BA saya yang ke 100. Klo mau lihat versi aslinya bisa klik disini

-------------------------
User ulus p bertanya : Apa itu indah? indah itu apa?

Saya pernah bertanya tentang kata "mengindahkan".
Saya nonton film "Life is Beautiful", ya, hidup itu indah.
Saya merenungkan hidup saya, rasanya kok kurang indah... hehehe.
Saya berpikir lagi tentang indah.
Mungkin saya tidak sungguh memahami kata 'indah'.
Mungkin saya tidak menyadari apa itu indah.

Apakah itu indah?
Indah itu apa?
-------------------------
Jawaban saya :

Umm.. saya modifikasikan sebuah pernyataan St. Agustinus dalam Confessions nya :

Saya mengaku padamu Tuhan, bahwa saya masih belum mengetahui apa yang disebut dengan "indah". Namun saya juga mengakui bahwa saya tidak tahu apa yang saya katakan saat ini, bahwa saya telah lama berbicara tentang ke"indah"an, dan segala hal yang "indah" di dunia ini tidak akan menjadi "indah" jikan bukan karena adanya fakta bahwa hal tersebut memang "indah". Bagaimana saya bisa mengetahui hal ini jika saya tidak tahu apa itu "indah"? Mungkinkah saya sesungguhnya tahu apa yang disebut "indah", namun tidak tahu bagaimana mengatakannya?

Ehehehehe... Seperti itu lah om...
-------------------------

Dan begitulah... seminggu kemudian Alhamdulillah jawaban saya dipilih sebagai Jawaban Terbaik.

Awalnya saya tidak bermaksud untuk menjawab seperti itu. Pada mulanya saya malah ingin menggunakan pengertian KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tapi setelah membaca berulang kali pertanyaannya, mencoba membayangkan kebingungan yang ia rasakan (Saya jadi sepintas teringat posting saya tentang Cinta? Benda apa itu?), dan melihat beberapa jawaban yang sudah masuk sebelumnya, saya jadi berubah pikiran... Salah satu penyebabnya adalah Jawaban dari User rezta (semoga nickname nya tidak berubah di kemudian hari). Perhatikan :

-------------------------
indah itu adalah saat dimana semua indera perasa dan pikiran kita merasakan kenikmatan....
kita dapat merasakan keindahan apabila kita pernah merasakan sesuatu yang tidak indah. ..

karena tidak ada artinya keindahan apabila tidak ada yang namanya tidak indah. . .
ini dapat di ibaratkan seperti
kita dapat merasakan bersih bila kita kotor..

saya menyarankan anda untuk merenungkan sedikit kepada orang" yg hidup'a tdk indah dibandingkan anda (menurut presepsi anda sendiri) dan jadikan anda sebagai org tsb..
-------------------------

" karena tidak ada artinya keindahan apabila tidak ada yang namanya tidak indah. . ." katanya... Kalimat inilah yang mengingatkan saya akan pernyataan St. Agustinus dalam Confessions, yang aslinya berbicara tentang waktu :

Aku mengaku padamu Tuhan, bahwa aku masih belum mengetahui apa yang disebut dengan waktu. Namun aku juga mengakui bahwa aku tidak tahu apa yang aku katakan saat ini, bahwa aku telah lama berbicara tentang waktu, dan waktu yang lama ini tidak akan menjadi waktu yang lama jika bukan karena adanya fakta bahwa waktu telah berlalu beberapa lama. Bagaimana aku bisa mengetahui hal ini jika saya tidak tahu apa itu waktu? Mungkinkah aku sesungguhnya tahu apa yang disebut waktu, namun tidak tahu bagaimana mengatakannya?

Dan begitulah, akhirnya saya modifikasikan saja kalimat tersebut dari tentang Waktu menjadi tentang Indah...

Hahahaha... plagiator donk saya?

Cinta? Benda apa itu?

Hihihi... masih teringat ucapan pat kai, si babi dalam cerita sun go kong :
"Sejak dahulu memang begitulah cinta... Deritanya tiada akhir."
Hmm... cinta itu deritanya tiada akhir? bukankah cinta itu seharusnya membahagiakan?

Pertanyaannya sekarang, Apa sih Cinta itu?
Pernah saya mencoba untuk merumuskan definisi dari cinta itu. Pertama saya rasakan dulu cinta itu seperti apa (mode imajinasi on) lalu saya coba rumuskan gambaran yang saya dapat lewat kata-kata... GAGAL!!!! SUSAH!!! Beberapa bagian memang terumuskan, tapi entah mengapa imajinasi ini terus memunculkan gambaran-gambaran cinta yang tidak ada habisnya, dimana logika dan kata-kata yang saya buat tidak mampu mengejarnya >_<.

Karena bingung yang melanda, akhirnya saya tanyakanlah pertanyaan ini di Yahoo! Answers room Jajak Pendapat dan Survei (klik di sini) . Pikir-pikir lagi, akhirnya saya tanyakan lagi juga di Yahoo! Answers room Filosofi (klik di sini) biar mantab.
Ada cukup banyak definisi cinta yang saya dapat... tapi manakah yang benar-benar tepat dan menjelaskan secara menyeluruh definisi dari Cinta itu? Semua jawaban bagi saya telah menggambarkan apa itu cinta. Tapi, entah mengapa rasanya hanya tergambar sebagian-sebagian saja... Bahkan ketika semua jawaban itu digabung! Sisanya sudah jauh berlari ber mil-mil dalam imajinasi saya. Atau sederhananya, saya merasa pendefinisian yang mereka ataupun saya buat tidaklah mampu mencakup seluruh pengertian saya tentang apa itu Cinta. Apalagi mungkin pengertian Cinta yang sebenarnya?

Yah… saya jadi ingat sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh seorang Albert Einstein klo ga salah kayak gini “Tidak ada seorangpun yang benar-benar memahami suatu rumus. Ia hanya akan terbiasa dengannya”.

Dulu saya tidak begitu paham dengan kalimat ini. Tapi sekarang,-setelah menemukan betapa saya tidak mampu untuk benar-benar merumuskan dan memahami sebuah definisi dari kata Cinta yang sebenarnya- saya akhirnya bisa mengerti… Mengerti apa maksud Einstein ketika mengucapkan kalimat itu. Bahkan Einstein sang jenius pun mengakui bahwa ia tidaklah benar-benar paham dengan rumus-rumus yang seharusnya sudah menjadi makanannya sehari-hari (termasuk rumusan E=mc2 yang ia buat sendiri mungkin?). Bagaimana dengan saya yang sedang mencoba merumuskan definisi cinta yang sebenarnya?

Jadi kesimpulannya? Akan susah bagi saya untuk benar-benar mengerti, memahami dan merumuskannya dalam kata-kata tentang apa itu Cinta… Setidaknya, karena cinta sudah merupakan bagian dari hidup, Ya… Biasakanlah hidup bersamanya. Toh cinta itu menurut saya cukup membahagiakan koq. Asal disikapi dengan baik dan bijaksana…

SAYA MENYERAH...

Tapi perlu diingat juga, bukan maksud saya untuk lalu mengabaikan “pendefinisian” itu lho. Sebuah “pendefinisian” itu penting untuk memahami sesuatu. Yah walaupun tidak benar-benar memahami, setidaknya dengan mengetahui definisinya berarti kita sudah berada cukup dekat dengan kebenaran (kalimat ini, saya lupa siapa yang pernah mengatakannya pada saya). Dan lagi Tuhan kan meyuruh kita berjalan di jalan kebenaran bukan? Walau seperti orang mabuk yang tidak bisa berjalan lurus dan mudah terjatuh, setidaknya kita sudah berusaha. Saya yakin Tuhan pasti akan memaafkan kesalahan hambanya dalam usahanya meniti jalan Nya (kalimat favorit saya ini ^_^). Sehingga...

SAYA MENYERAH UNTUK SEMENTARA INI... TAPI INGAT!!! SAYA AKAN KEMBALI SUATU SAAT NANTI UNTUK MENCOBA MERUMUSKANNYA KEMBALI!!!

Selasa, 16 Maret 2010

Aim at Simplicity, Hope for Truth

Georg Christophe Lichtenberg dalam salah satu aphorismenya pernah menyebut bahwa “Membaca berarti ber-hutang” (Weleh, utang saya banyak donk?) Kemudian ia melanjutkan “Menciptakan sesuatu dari bacaan berarti membayar utang”. Yah walaupun enggak bakal terbayar semua, setidaknya saya nyicil dulu deh… dengan mencoba menuliskannya di blog ini ^_^

Kmaren saya berkunjung ke rumah teman saya untuk sekedar menghabiskan makanan kecil di rumahnya (Yeah... ). Ngobrol-ngobrol sebentar abis itu dilanjutkan dengan acara nyemil-nyemilsambil nonton koleksi film barunya. Ga sengaja mata saya tertuju pada sebuah buku usang di bawah meja belajarnya. Saya ambil tuh buku berdebu dan saya baca judulnya “Problem and Project” Bobbs Merrill. Buka-buka halamanya sekilas, baca-baca kalimatnya sepintas, teknik membaca cepat digunakan (padahal karena lagi males baca aja)… Ga sengaja membuka di halaman bertuliskan 352, saya menemukan sebuah kalimat yang cukup familiar di telinga saya.

“We aim at simplicity and hope for truth”.

Eh, koq rasanya kayak pernah denger yah? Setelah di baca lagi, "ooh Nelson Goodman ini!!!!". Alhasil hanya karena tertarik dengan kalimat itu, saya pinjem bukunya dengan janji bakal dibalikin minggu depan untuk bahan nulis di blog ini. "Dasar ga kreatif", kata temen saya itu... "Hahahahaha!!! emang!" jawab saya.

Oke, karena ga mungkin saya tulis semua satu buku, saya kutip paragraf favorit saya aja :

“If you want to go somewhere quickly, and several alternative routes are equally likely , no one ask why you take the shortest. The simplest theory is chosen not because it’s most likely true, but because it’s scientifically the most rewarding among equally likely alternatives. We aim at simplicity and hope for truth”

Artinya :
Jika kamu ingin pergi ke suatu tempat dengan cepat, dan ada beberapa rute/jalur alternatif yang kelihatannya sama-sama bisa digunakan, tidak seorangpun akan bertanya kenapa kamu memilih rute/jalur paling singkat. Teori yang paling sederhana dipilih bukan karena (teori) itu yang paling mungkin benar, tapi karena (teori) itu secara ilmiah paling berharga diantara alternatif-alternatif lain yang sama-sama bisa digunakan. Kita mengarah pada kesederhanaan dan mengharapkan kebenaran.

(Maaf klo translate saya agak kacau >_<)

Bener juga yah apa yang dikatakan oleh om Nelson ini… bahwa kita memang mengarah pada kesederhanaan dan mengharapkan kebenaran. “Ngapain ngerjain soal matematika pake rumus yang panjang, klo pake rumus yang sederhana aja bisa terjawab? “

Hanya yang perlu ditekankan bahwa… tujuannya tetap satu, yaitu (mengharapkan) kebenaran. Misalkan ada pernyataan seorang PSK kayak gini; “Ngapain susah-susah cari kerja, klo bisa dapet uang banyak dengan jual diri?” (Nahh lhoo…) “Dengan jual diri, kebutuhan hidup keluarga bisa terpenuhi, makan tercukupi, utang terbayar, anak bisa bersekolah… daripada kerja biasa, gaji kecil, kebutuhan keluarga tidak bisa terpenuhi, utang menggunung, anak nggak bisa sekolah dan kurang gizi” (Nahh lho… Gimana coba?) Ada alasan pembenarnya disini… Benar Vs Salah?

Hmm… klo ambil analogi kehidupan PSK emang kelihatannya agak dilematis ini (dan saya tidak suka memikirkannya). Tapi mungkin bisa disederhanakan (“We aim at simplicity and hope for truth” ^_^) dengan menganalogikannya dengan seorang siswa yang berusaha mencari sebuah rumus cepat dalam mengerjakan sebuah soal matematika. Apa yang dilakukan siswa itu? Klo saya sih akan mencoba membuat sebuah rumus, mulai dari yang paling sederhana… yups, yang paling sederhana. “Ngapain ngerjain soal matematika pake rumus yang panjang, klo pake rumus yang sederhana aja bisa terjawab? “ dan saya akan menggunakan rumus itu untuk mengerjakan soal-soal matematika serupa hanya ketika memang rumus tersebut terbukti dapat menghasilkan jawaban yang tepat. Klo enggak menghasilkan jawaban yang tepat? Ya tinggalkan dan coba rumus yang baru yang paling sederhana lainnya diantara rumus-rumus lainnya sampai menemukan sebuah rumusan yang paling tepat dan sederhana . Sepeti kata om Henri Poincare juga klo ga salah kayak gini : “Eksperimen adalah sumber kebenaran; yang dapat mengajari kita tentang sesuatu yang baru dan memberikan kita sebuah kepastian”.

Lalu apakah sang PSK harus nyoba satu-satu gitu? Mulai dari jual diri? Jual organ tubuh? Jual anak? Dan seterusnya?

Hohoho… tidak semua eksperimen itu harus dilakukan sendiri kan? Menggunakan hasil penelitian dan eksperimen orang lain yang telah diakui kebenarannya juga akan sama hasilnya (Klo udah jelas salah, ngapain dipake?). Maka klo kita kembali kepada sang PSK… Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini menyimpulkan bahwa Prostitusi, Jual organ, dan juga Jual anak adalah hal yang yang dapat membawa pengaruh negatif bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar (Kalopun tidak ada penelitian seperti itu, setidaknya diakui sebagai kebenaran umum ^_^)

Jadi apa donk yang harus dilakukan sang PSK?

Yah kembali ke jalan kebenaran duonk… jalan sesuai dengan norma-norma kebenaran (agama, kesopanan, kesusilaan, hukum) yang telah diakui oleh masyarakat umum sebagai suatu kebenaran (bolak-balik akhirnya kembali ke sini juga >_<)

Untuk itulah kebijaksanaan sangat penting disini untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Kebijaksanaan dengan memperhatikan menggunakan norma-norma kebenaran untuk membangun sebuah tembok penghalang agar alternatif buruk yang bisa digunakan menjadi tertutup dan tidak dapat digunakan lagi.

“We aim at simplicity and hope for truth”. Nulis apa saya ini?

Selasa, 02 Februari 2010

Naruto oh Naruto...

Beberapa hari yang lalu saya melihat sebuah buku dengan judul yang cukup menarik di Gramedia. Judulnya adalah "Anakku Dididik dan Diasuh Naruto". Saya tidak membaca isinya (karena masih dibungkus), tetapi saya yakin isinya pasti mengenai "buruknya film naruto bagi perkembangan anak-anak" (karena saya baca sinopsisnya, hehehe).

Saya akui bahwa Film Naruto kadang tidak baik untuk anak-anak. Karena apa? Banyak unsur kekerasan dan ehmm... "bumbu" yang tidak layak konsumsi bagi anak-anak Indonesia macam kita (saya juga). Misalnya aja, Klo pertempuran lagi keras-kerasnya nih, kata-kata kata-kata kasar pun akan diucapkan dengan lantangnya. Hei... Masa anak kecil dah diajarin memakai kata-kata seperti "kurang ajar!" atau "sial!". Adegan kekerasannya pun ga main-main. Pertarungan berdarah-darah sampai ledakan yang menghancurkanpun adalah hal yang biasa di film ini (mo ngajarin anak Indonesia jadi teroris apa?). Belum lagi bagi dengan bumbu-bumbu yang "ga patut" untuk konsumsi anak kecil kayak Sexy No Jutsu ataw Harem No Jutsu... Parah dah pokoknya. Padahal hampir seluruh anak Indonesia kan nonton Film Naruto (kecuali yang ga punya tipi).

Tapi, sebagai pengemar Film Naruto saya juga merasa harus sedikit membela. Tidak semua yang ada di Film Naruto itu buruk koq. Ada hal-hal positif seperti "Perjuangan", "Kebajikan", "Persahabatan" dll... Bahkan kita juga bisa gali Nilai Filosofis yang cukup menarik dan mendalam (walaupun agak mengada-ada juga, ^_^) dari beberapa adegan di sana. Saya coba gali Nilainya, dan... Voila!!! Coba aja klik pada link-link komiknya urut dari satu sampai empat ---> 1 2 3 4

Yups tentang kertas putih kosong, dan Kertas putih dengan titik Hitam di tengahnya. Rata-rata orang memang bereaksi seperti Naruto ketika melihat hal tersebut, Yaitu terkonsentrasi pada titik Hitam. Coba deh kita analogikan bahwa kertas itu adalah kehidupan kita, dimana Putih adalah Hal Positif, Kebahagiaan, dan Keceriaan sedangkan Hitam adalah Hal Negatif, Kesengsaraan, dan Penderitaan. Orang-orang sering menganggap bahwa Tuhan itu begitu kejam dengan memberikan kesengsaraan dalam hidup... Tapi sadarkah manusia? Kesengsaraan itu tidaklah sebanding dengan Kebahagiaan yang telah Tuhan berikan kepada kita... Kesengsaraan itu hanyalah sebuah titik Hitam dalam perjalanan hidup kita. Kita harus melihat sisi positif dari setiap kejadian yang tidak menyenangkan. Dengan demikian, kita bisa mengambil hikmahnya. Dengan berkonsentrasi pada bagian yang Putih, kita sebenarnya bisa merasakan keceriaan dan kebahagiaan.Sebaliknya, kita akan terkungkung dalam penderitaan, kesengsaraan dan beban hidup bila hanya terkonsentrasi pada sisi Hitam dari setiap kejadian yang tidak menyenangkan.

Selasa, 19 Januari 2010

Otak segede Planet Jupiter?

Kucing pasti bertanya-tanya... "Ngapain sih manusia itu mesti memasak ikan sebelum dimakan? Ngerepotin aja!" Karena otak kucing ga segede manusia... Mana ngerti si kucing tentang memasak ikan agar lebih enak dan bebas penyakit?

Manusia pun bertanya... "Kenapa sih Tuhan tidak adil?" atau "Kenapa sih Tuhan jahat sama saya" atau pertanyaan-pertanyaan lainnya tentang tindak tanduk Tuhan yang dirasa tidak memuaskan manusia... Karena otak manusia ga lebih besar dari kepalanya... mana ngerti dia?
Yang pasti klo Tuhan punya perwujudan otak, pasti tu otak jauh lebih besar dari Planet Jupiter Hahaha...

(Ampuuuun Tuhan... Jangan jewer kuping saya plis!!!)

Senin, 04 Januari 2010

Mengawali Tahun 2010 dengan kekacauan.

Sebenarnya dah pernah saya kemukakan disini. Tapi menurut saya cukup tepat untuk memulai tahun 2010 ini dengan kekacauan. Saya kutipkan lagi sepenggal :

-------------------------

Saya kutipkan dari Thus Spake ZaraThustra, Prologue oleh Fredrich Nietzche :

Aku katakan padamu; manusia harus memiliki kekacauan dalam dirinya, untuk melahirkan bintang-bintang yang menari. Aku katakan padamu; kau masih memiliki kekacauan dalam dirimu.
Astaga! Masanya telah tiba, saat manusia tidak melahirkan bintang-bintang

(paragraf Favorit saya :-D)
......

Kekacauan dalam diri... mungkin terlihat negatif.
Tapi bagi saya itu lebih terdengar seperti "sebab untuk berfilsafat"
Aristoteles juga pernah berkata "karena bertanya pada awalnya manusia berfilsafat".

-------------------------

semoga di awal tahun baru 2010 ini menjadi awal bagi saya untuk menemukan kebijaksanaan dalam hidup ini...
 

Blog Template oleh YummyLolly.com - Header dibuat dengan PS brushes oleh gvalkyrie.deviantart.com
Disponsori oleh Free Web Space