Tampilkan postingan dengan label Pemikiran Bodoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemikiran Bodoh. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Juni 2010

Cermin-cermin ajaib

Manusia adalah Alam yang secara kreatif menatap kembali dirinya sendiri (Fredrich Von Schlegel)

Kalau disuruh memilih, lebih memilih mana? "lebih pintar menilai diri sendiri dibandingkan menilai orang lain" atau " lebih pintar menilai orang lain daripada menilai diri sendiri"?
Kalau disuruh memilih, lebih memilih mana? "lebih pintar memahami diri sendiri dibandingkan memahami orang lain" atau " lebih pintar memahami orang lain daripada memahami diri sendiri"?

Setelah melakukan Survey kecil-kecilan di sini dan di sini, kebanyakan orang menjatuhkan pilihannya pada "lebih pintar menilai diri sendiri dibandingkan menilai orang lain" dan "lebih pintar memahami diri sendiri dibandingkan memahami orang lain".

Bagaimana bila pertanyaan itu saya tanyakan kepada diri saya sendiri? Saya akan menjawab " lebih pintar menilai orang lain daripada menilai diri sendiri" dan " lebih pintar memahami orang lain daripada memahami diri sendiri". Alasannya? inilah sekeping pemikiran bodoh saya :

Masih ingat pepatah ini? Gajah di pelupuk mata tak terlihat, kuman (ato semut yah?) di seberang lautan terlihat; yang artinya bahwa kesalahan sendiri begitu sulitnya disadari, tetapi kesalahan orang lain begitu mudahnya dicari. Wajar saja, soalnya si Gajah bersembunyi di balik pelupuk mata, jadi mana bisa dilihat? Butuh sebuah cermin untuk melihat sang gajah di pelupuk mata.

Manusia ibarat sebuah cermin ajaib. Cermin ajaib yang merefleksikan siapa diri kita sebenarnya…

Saya analogikan dalam sebuah cerita…

Setelah maen Ayo Dance sampai malem… Ngantuk mau tidur, ngaca dulu di depan cermin.
“ohh… masih cantik” pikir saya… (ke PD an mode on)

Bangun tidur karena kesiangan, langsung melompat ke meja makan untuk sarapan bersama. Semua keluarga tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
“Hei ada apa?” tanya saya.
“Makanya ngaca donk, ngaca!!!” ucap kakak saya sambil cekikikan…
Baru saya sadar ketika melihat di depan cermin… Wajah cantik saya penuh dengan coretan lipstick korban kekejaman yang dilakukan oleh saudara kandung saya sendiri. Tiga buah garis kerutan di dahi, kumis doraemon dan jenggot merah… “Grrr!!!”

Akhirnya saya langsung mandi, membersihkan seluruh noda lipstick dengan air dan sabun di depan cermin. Habis mandi, ganti baju, dandan di depan cermin biar tambah cantik (centil mode on), lalu… siap untuk melakukan aktifitas seharian penuh!!!
  1. Cermin dibutuhkan untuk mengetahui seperti apa diri kita sebenarnya
  2. Cermin dibutuhkan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari
  3. Cermin dibutuhkan untuk membantu kita dalam usaha memperbaiki diri dan mengoptimalkan apa yang telah kita miliki.
Dalam hal memilih cermin yang akan kita pakai, tentunya tidak bisa sembarangan saja. Tidak semua cermin itu sempurna. Cermin cembung, cermin cekung, cermin buram, cemin retak… semuanya akan merefleksikan gambaran yang akan berbeda. Sehingga kita harus pandai-pandai menilai, cermin ini termasuk ke dalam jenis cermin apa.

Tapi seperti halnya “tiada gading yang tak retak” begitu pula manusia… sepertinya akan sangat sulit menemukan sebuah cermin yang benar-benar jernih dan datar yang mampu merefleksikan diri kita dengan sempurna. Kalaupun ada, mampukah kita menemukannya? Hanya dengan keberuntunganlah, mungkin kita dapat menemukan salah satunya.

Jadi bagaimana bila kita kurang beruntung? Yah bagaimana lagi, mau tidak mau kita hanya bisa menggunakan cermin yang ada saja. Tapi bukankah refleksinya akan berbeda dengan kenyataan diri kita yang sebenarnya? Pahami… belajarlah memahami… apa artinya?

Hanya ada cermin cembung? maka pahamilah… cermin cembung selalu merefleksikan diri kita menjadi sebuah gambaran yang agak gemuk, besar, dan bulat. Maka kita akan sadar… kita tidaklah segemuk, sebesar, dan sebulat itu… Maka manfaatkanlah kejernihannya untuk setidaknya mengetahui kebenaran bahwa mata kita tetap indah, hidung kita tetap mancung, bibir kita tetap seksi, dan kulit kita tetap putih mulus.

Hanya ada cermin buram? maka pahamilah… cermin buram selalu melalu merefleksikan gambaran yang agak kabur. Maka kita akan sadar… kita tidaklah sekotor dan seburam itu… Maka manfaatkanlah datarnya cermin buram untuk setidaknya mengetahui kebenaran bahwa tubuh kita tetap langsing, seksi, dan proporsional.

“Ah, itu sih saya juga tahu Pur! Jadi mana bagian ajaibnya?” tanya para cermin.
“Cermin yang bisa makan, minum, berbicara, berlari, dan bermimpi… bukankah itu cukup ajaib?” jawab saya

Koq jadi ngelantur saya? Akan saya simpulkan pendapat saya dari sini :

1. Manusia selalu membutuhkan sebuah cermin untuk mengetahui seperti apa diri nya sebenarnya, mengetahui kesalahan-kesalahan yang tanpa sadar telah ia perbuat, memperbaiki kesalahan tersebut, meningkatkan serta mengoptimalkan apa yang telah ia miliki.

2. Diperlukan sebuah kebijaksanaan dalam menilai cermin mana yang layak untuk kita pakai untuk merefleksikan diri kita, dan sebuah kebijaksanaan untuk memahami, mengapa kita tampak berbeda di depan cermin yang satu dengan cermin yang lain.

...
Tapi ini hanya pendapat saya lho… belum tentu mengandung kebenaran di dalamnya! Jadi teringat sebuah kalimat dalam dialog antara Theaetetus dan Socrates :
Socrates : … Sekarang kita perlu mengujinya, untuk melihat apakah ini hanya omong kosong ataukah mengandung kebenaran di dalamnya.

“Wahai cermin-cermin ajaib… siapakah wanita tercantik di seluruh jagad raya ini?” tanya saya sambil bawa-bawa martil…
“Puri!!!” jawab para cermin serentak.



Posting opo aku iki? ga jelas blas...!!!!

Senin, 05 April 2010

Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?

"Manusia adalah ukuran segalanya" (Protagoras, ± 490-420 SM)

Beberapa saat yang lalu saya menanyakan sebuah pertanyaan iseng di Yahoo Answers. Pertanyaannya adalah : "Apa Dosa terbesar umat manusia?"
Versi aslinya bisa klik disini ^_^

Beberapa jawaban cukup menarik, tetapi ada satu yang sangat menarik perhatian saya... yaitu jawaban dari user Mikimos. Dia mengatakan :

bicara dosa sepertinya masuk koridor religi..... ya tentoenya tiap agama ato kepercayaan masing2 punya jawabannya sendiri..... secara moral sebagai seorang manoesia ia bisa merasa bersalah..... namoen beloem tentoe merasa berdosa..... jika dengan adanya "kesadaran dan kepercayaan"..... merasa bersalah pastinya merasa berdosa.... ato bahkan secara langsoeng menyebut segala kesalahan itu sebagai dosa.....

jika dijawab dosa apakah nyang terbesar tentoenya sebatas jawaban "textbook" juga jawaban bersifat "personal religius-moralitas" sejauh pengalaman dan pemahamannya sebagai seorang manoesia......

hehehe....hitungan besar kecilnya gimana? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... jika mau disadari dan dipandang lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental......manoesia menilai manoesia itu konyol kan?


Tidak menjawab pertanyaan saya ini, tapi saya cukup suka dengan pemikirannya. Pemikiran yang transcendental... Pemikiran super Objektif... atau biasa saya sebut sebagai "pemikiran Dewa"... Seorang dewa yang terbang bebas melihat tingkah laku manusia sambil berkata "betapa indahnya badai orang-orang konyol ini"... Hohoho... benar-benar pemikiran seorang Filsuf. Kenapa juga saya tanyakan pertanyaan seperti ini ke room Filosofi? Hehehehe...

Tentu saja dalam sudut pandang ini, apa yang user Mikimos tidaklah salah... Tepat sekali malahan menurut saya. Saya pun sebenarnya menanyakan pertanyaan tersebut dalam lubuk hati terdalam memang ingin menilai juga... menilai seberapa pintar jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... menilai seberapa menarik jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... hingga menilai, manakah jawaban yang akan saya pilih sebagai Jawaban Terbaik... Artinya disini saya sebagai manusia menilai manusia lainnya... Tapi konyol kah? Nah ini dia !!!

Menurut saya memang begitulah takdir manusia... Saling menilai !!! baik menilai diri sendiri maupun orang lain... Dalam lingkungan pertemanan misalnya, saling menilai mana yang layak untuk dijadikan teman dan mana yang tidak... Dalam jenjang pendidikan misalnya, mana yang layak mendapatkan nilai baik dan mana yang layak mendapatkan nilai buruk... Di mata hukum juga, manakah perbuatan yang melanggar hukum dan mana yang tidak... dan masih banyak lagi !!! semua manusia saling menilai... konyol kah?

Dan kehidupan manusia pun tidak akan berjalan dan berkembang tanpa adanya penilaian-penilaian tersebut... Coba bayangkan hidup tanpa saling menilai! mana kawan mana lawan... pendidikan tak akan berjalan... hukum tidak berpihak pada keadilan... Dan lain-lain.

Bagaimana dengan standar penilaiannya? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... Klo ga ada? yah terpaksa kan harus kembali menilai lagi kan? pake standar "personal religius-moralitas" misalnya juga ga ada salahnya kan? bahkan kita juga bisa menilai lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental mungkin? Yah, manusia tidak semuanya sama kan dalam menilai standar yang dia pahami sebagai standar yang benar? Orang untuk menilai siapa nyang "menetapkannya", manusia itu kadang masih bisa berbeda pendapat koq...

Daripada saya tidak bisa menilai untuk memberikan Jawaban Terbaik pada siapa? Apa saya biarkan untuk di Vote aja? Heii!!! bukankah Vote juga salah satu bentuk daripada sebuah penilaian? Hahahaha... Konyol sekali saya!!!

Entahlah penilaian saya ini benar atau tidak, tapi saya menilai bahwa sebaiknya manusia menilai agar nilainya tersebut dinilai oleh lain, sehingga ia bisa menilai kembali apakah nilainya tersebut benar atau salah sesuai dengan pertimbangan nilai dari orang lain yang menilai nilainya tersebut... Lho-lho-lho... koq jadi bingung saya ! Hehehehe...

Baca selanjutnya : Mari kita pahami! Apa Artinya?

Minggu, 28 Maret 2010

Akhirnya... Jawaban Terbaik ke-100

Horeee!!! Akhirnya jumlah Jawaban terbaik (BA, Best Answer) saya di Yahoo! Answers sudah mencapai 100 (Pamer mode on). Saya tahu sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan, tetapi apa salahnya dipamerkan? Toh tujuan sebenarnya saya pamerkan disini adalah “untuk mengisi kekosongan ide postingan di blog saya ini”. Terima kasih saya pada user ulus p yang dengan begitu murah hatinya menjatuhkan pilihannya pada jawaban saya, sehingga jawaban tersebut menjadi BA saya yang ke 100. Klo mau lihat versi aslinya bisa klik disini

-------------------------
User ulus p bertanya : Apa itu indah? indah itu apa?

Saya pernah bertanya tentang kata "mengindahkan".
Saya nonton film "Life is Beautiful", ya, hidup itu indah.
Saya merenungkan hidup saya, rasanya kok kurang indah... hehehe.
Saya berpikir lagi tentang indah.
Mungkin saya tidak sungguh memahami kata 'indah'.
Mungkin saya tidak menyadari apa itu indah.

Apakah itu indah?
Indah itu apa?
-------------------------
Jawaban saya :

Umm.. saya modifikasikan sebuah pernyataan St. Agustinus dalam Confessions nya :

Saya mengaku padamu Tuhan, bahwa saya masih belum mengetahui apa yang disebut dengan "indah". Namun saya juga mengakui bahwa saya tidak tahu apa yang saya katakan saat ini, bahwa saya telah lama berbicara tentang ke"indah"an, dan segala hal yang "indah" di dunia ini tidak akan menjadi "indah" jikan bukan karena adanya fakta bahwa hal tersebut memang "indah". Bagaimana saya bisa mengetahui hal ini jika saya tidak tahu apa itu "indah"? Mungkinkah saya sesungguhnya tahu apa yang disebut "indah", namun tidak tahu bagaimana mengatakannya?

Ehehehehe... Seperti itu lah om...
-------------------------

Dan begitulah... seminggu kemudian Alhamdulillah jawaban saya dipilih sebagai Jawaban Terbaik.

Awalnya saya tidak bermaksud untuk menjawab seperti itu. Pada mulanya saya malah ingin menggunakan pengertian KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tapi setelah membaca berulang kali pertanyaannya, mencoba membayangkan kebingungan yang ia rasakan (Saya jadi sepintas teringat posting saya tentang Cinta? Benda apa itu?), dan melihat beberapa jawaban yang sudah masuk sebelumnya, saya jadi berubah pikiran... Salah satu penyebabnya adalah Jawaban dari User rezta (semoga nickname nya tidak berubah di kemudian hari). Perhatikan :

-------------------------
indah itu adalah saat dimana semua indera perasa dan pikiran kita merasakan kenikmatan....
kita dapat merasakan keindahan apabila kita pernah merasakan sesuatu yang tidak indah. ..

karena tidak ada artinya keindahan apabila tidak ada yang namanya tidak indah. . .
ini dapat di ibaratkan seperti
kita dapat merasakan bersih bila kita kotor..

saya menyarankan anda untuk merenungkan sedikit kepada orang" yg hidup'a tdk indah dibandingkan anda (menurut presepsi anda sendiri) dan jadikan anda sebagai org tsb..
-------------------------

" karena tidak ada artinya keindahan apabila tidak ada yang namanya tidak indah. . ." katanya... Kalimat inilah yang mengingatkan saya akan pernyataan St. Agustinus dalam Confessions, yang aslinya berbicara tentang waktu :

Aku mengaku padamu Tuhan, bahwa aku masih belum mengetahui apa yang disebut dengan waktu. Namun aku juga mengakui bahwa aku tidak tahu apa yang aku katakan saat ini, bahwa aku telah lama berbicara tentang waktu, dan waktu yang lama ini tidak akan menjadi waktu yang lama jika bukan karena adanya fakta bahwa waktu telah berlalu beberapa lama. Bagaimana aku bisa mengetahui hal ini jika saya tidak tahu apa itu waktu? Mungkinkah aku sesungguhnya tahu apa yang disebut waktu, namun tidak tahu bagaimana mengatakannya?

Dan begitulah, akhirnya saya modifikasikan saja kalimat tersebut dari tentang Waktu menjadi tentang Indah...

Hahahaha... plagiator donk saya?

Cinta? Benda apa itu?

Hihihi... masih teringat ucapan pat kai, si babi dalam cerita sun go kong :
"Sejak dahulu memang begitulah cinta... Deritanya tiada akhir."
Hmm... cinta itu deritanya tiada akhir? bukankah cinta itu seharusnya membahagiakan?

Pertanyaannya sekarang, Apa sih Cinta itu?
Pernah saya mencoba untuk merumuskan definisi dari cinta itu. Pertama saya rasakan dulu cinta itu seperti apa (mode imajinasi on) lalu saya coba rumuskan gambaran yang saya dapat lewat kata-kata... GAGAL!!!! SUSAH!!! Beberapa bagian memang terumuskan, tapi entah mengapa imajinasi ini terus memunculkan gambaran-gambaran cinta yang tidak ada habisnya, dimana logika dan kata-kata yang saya buat tidak mampu mengejarnya >_<.

Karena bingung yang melanda, akhirnya saya tanyakanlah pertanyaan ini di Yahoo! Answers room Jajak Pendapat dan Survei (klik di sini) . Pikir-pikir lagi, akhirnya saya tanyakan lagi juga di Yahoo! Answers room Filosofi (klik di sini) biar mantab.
Ada cukup banyak definisi cinta yang saya dapat... tapi manakah yang benar-benar tepat dan menjelaskan secara menyeluruh definisi dari Cinta itu? Semua jawaban bagi saya telah menggambarkan apa itu cinta. Tapi, entah mengapa rasanya hanya tergambar sebagian-sebagian saja... Bahkan ketika semua jawaban itu digabung! Sisanya sudah jauh berlari ber mil-mil dalam imajinasi saya. Atau sederhananya, saya merasa pendefinisian yang mereka ataupun saya buat tidaklah mampu mencakup seluruh pengertian saya tentang apa itu Cinta. Apalagi mungkin pengertian Cinta yang sebenarnya?

Yah… saya jadi ingat sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh seorang Albert Einstein klo ga salah kayak gini “Tidak ada seorangpun yang benar-benar memahami suatu rumus. Ia hanya akan terbiasa dengannya”.

Dulu saya tidak begitu paham dengan kalimat ini. Tapi sekarang,-setelah menemukan betapa saya tidak mampu untuk benar-benar merumuskan dan memahami sebuah definisi dari kata Cinta yang sebenarnya- saya akhirnya bisa mengerti… Mengerti apa maksud Einstein ketika mengucapkan kalimat itu. Bahkan Einstein sang jenius pun mengakui bahwa ia tidaklah benar-benar paham dengan rumus-rumus yang seharusnya sudah menjadi makanannya sehari-hari (termasuk rumusan E=mc2 yang ia buat sendiri mungkin?). Bagaimana dengan saya yang sedang mencoba merumuskan definisi cinta yang sebenarnya?

Jadi kesimpulannya? Akan susah bagi saya untuk benar-benar mengerti, memahami dan merumuskannya dalam kata-kata tentang apa itu Cinta… Setidaknya, karena cinta sudah merupakan bagian dari hidup, Ya… Biasakanlah hidup bersamanya. Toh cinta itu menurut saya cukup membahagiakan koq. Asal disikapi dengan baik dan bijaksana…

SAYA MENYERAH...

Tapi perlu diingat juga, bukan maksud saya untuk lalu mengabaikan “pendefinisian” itu lho. Sebuah “pendefinisian” itu penting untuk memahami sesuatu. Yah walaupun tidak benar-benar memahami, setidaknya dengan mengetahui definisinya berarti kita sudah berada cukup dekat dengan kebenaran (kalimat ini, saya lupa siapa yang pernah mengatakannya pada saya). Dan lagi Tuhan kan meyuruh kita berjalan di jalan kebenaran bukan? Walau seperti orang mabuk yang tidak bisa berjalan lurus dan mudah terjatuh, setidaknya kita sudah berusaha. Saya yakin Tuhan pasti akan memaafkan kesalahan hambanya dalam usahanya meniti jalan Nya (kalimat favorit saya ini ^_^). Sehingga...

SAYA MENYERAH UNTUK SEMENTARA INI... TAPI INGAT!!! SAYA AKAN KEMBALI SUATU SAAT NANTI UNTUK MENCOBA MERUMUSKANNYA KEMBALI!!!

 

Blog Template oleh YummyLolly.com - Header dibuat dengan PS brushes oleh gvalkyrie.deviantart.com
Disponsori oleh Free Web Space