Jumat, 23 April 2010

Mari kita pahami! Apa artinya?

"Jika seorang malaikat mengatakan pada kita tentang filsafatnya, saya yakin banyak pernyataannya yang mungkin terdengar seperti 2 x 2 = 13" (Georg Christophe Lichtenberg (1742-1799)

Beberapa hari yang lalu, saya menemukan sebuah buku yang menarik berjudul ON BECOMING A PERSON : a therapist’s view of psychotherapy yang ditulis oleh seorang psikolog bernama Carl Ransom Rogers. Bukunya sudah cukup usang sih, tapi isinya cukup menarik menurut saya. Jadi, saya akan membahas seluruh isi buku ini? Tidak-tidak… mending baca sendiri aja deh :p

Flashback ke postingan saya terdahulu yang berjudul "Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?". Disana saya menyadari kenyataa bahwa dalam kehidupan, kita memang tidak terlepas dari perilaku saling menilai satu sama lain. Tapi tetap saja saya pun tidak bisa memungkiri pernyataan yang dikemukakan oleh Mikimos bahwa “manusia menilai manusia adalah hal yang konyol”.

Teringat sebuah kisah tentang asal usul istilah “debat kusir”. Saya kutipkan dari blog nya Kang Aom:

Istilah debat kusir muncul ketika Birokrat ulung Indonesia pada jaman orde baru Harmoko iseng naik delman (dokar) dari rumahnya menuju tempat kerjanya. Baru beberapa meter delman melaju, tercium bau menyengat yang tidak enak. Kemudian terjadi debat :
  • Pak Harmoko : “Bang, delmannya kok bau yach ?”.
  • Kusir yang juga merasakan adanya bau itu langsung menjawab : “iya maaf pak, kudanya kentut !”
  • Pak Harmoko menimpali. : “ Kudanya masuk angin tuch, makanya kalau malam masukkan ke kandang”
  • Merasa disalahkan Kusir lantas membantah : “Bukan masuk angin pak, tapi keluar angin”
  • Sebagai seorang birokrat ulung tentu menjawab lagi sambil berusaha meyakinkan si kusir : “Masuk Angin ah!”
  • Kusir yang merasa berpengalaman merawat kuda lantas menjawab lagi : “paaaaak, yang namanya kentut itu bukan memasukkan angin tapi mengeluarkan angin , jadi keluar angin ! bapak ini gimana sich ?
  • Pak Harmoko masih tetap berusaha meyakinkan dengan menambah referensi “menurut petunjuk bapak presiden, “…… kuda itu masuk angin !
  • Pak Harmoko dan Kusir tetap pada pendiriannya tentang kentut (kuda) sampai akhirnya Pak Hamoko turun dari dokar untuk menuju kantor dan kusir kembali ke jalan untuk mencari penumpang lainnya.
Dan perdebatan pun tidak menemukan jalan keluarnya. Kenapa? Karena keduanya akan mempertahankan sudut pandang keyakinan yang dianggapnya benar. Pak Harmoko yang merasa dirinya adalah seorang birokrat ulung, dan Pak Kusir yang merasa lebih berpengalaman merawat kuda . Merka saling menilai bahwa dirinya lah “yang benar” dan orang lain lah “yang salah” dengan mempertahankan ego nya masing-masing…

Tapi setelah saya membaca buku berjudul ON BECOMING A PERSON : a therapist’s view of psychotherapy yang ditulis oleh Carl Ransom Rogers , saya jadi sedikit tercerahkan. Yak langsung kita buka halaman 18 :

… I have found it of enormous value when I can permit myself to understand another person. The way which I have worded this statement may seem strange to you. Is it necessary to permit oneself to understand another? I think it is. Our first reaction to most of the statement which we hear from other people is an immediate evaluation, or judgment, rather than an understanding of it. When someone expresses some feeling or attitude or belief, our tendency is, almost immediately, to feel “That’s right”; or “That’s stupid”; “That’s abnormal”; “ That’s unreasonable”, “That’s incorrect”, “That’s not nice.” Very rarely do we permit ourselves to understand precisely what the meaning of his statement is to him…

Saya coba terjemahkan kira-kira kayak gini :

… Saya menemukan nilai yang luar biasa ketika saya dapat mengijinkan diri saya untuk memahami orang lain. Cara yang saya pakai dalam mengungkapkannya dalam kata-kata mugkin akan terdengar aneh untuk anda. Apakah kita perlu mengijinkan diri kita untuk memahami orang lain? Saya rasa begitu. Reaksi pertama kita terhadap hampir semua pernyataan yang kita dengar dari orang lain adalah evaluasi langsung atau penghakiman, ketimbang pengertiannya terhadap (pernyataan) tersebut. Ketika seseorang mengekspresikan perasaannya, atau sikapnya, atau keyakinannya, kecenderungan kita hamper seketika itu juga merasa bahwa “ itu benar” atau “itu bodoh”, “itu tidak normal”, “itu tidak beralasan”, “itu tidak tepat”, “itu tidak baik”. Sangat jarang kita mengijinkan diri kita untuk memahami secara tepat apa arti pernyataan itu bagi orang (yang mengeluarkan pernyataan) itu…

(Maaf klo terjemahan saya agak kacau >_<)

Hmm.. benar juga! Daripada saling menilai, mungkin akan lebih baik ketika kita saling memahami. Si kusir akan memahami mengapa si penumpang menganggap kuda itu sedang “masuk angin” dan sebaliknya si penumpang akan memahami mengapa si kusir menganggap uda itu sedang “buang angin”. Dan berakhirlah debat yang berkepanjangan tersebut.

SALING MEMAHAMI, SEBUAH JALAN UNTUK MENGAKHIRI SELURUH PERTIKAIAN UMAT MANUSIA DI MUKA BUMI INI.


Benarkah? Tentu tidak semudah itu. Lanjutkan Carl !!!

… I believe this is because understanding is risky. If I let myself really understand another person, I might be changed by that understanding. And we all fear change. So as I say, it is not an easy thing to permit oneself to understand and individual, to enter thoroughly and completely and empathically into his frame of reference. It is also a rare thing…

Yang artinya ...

Saya percaya hal ini karena memahami itu beresiko. Jika saya membiarkan diri saya benar-benar mengerti orang lain, saya mungkin akan berubah oleh pemahaman tersebut. Dan kita semua takut untuk berubah. Jadi seperti yang saya katakana, bahwa bukan hal yang mudah untuk mengijinkan diri kita mengerti secara pribadi, untuk masuk secara sungguh-sungguh, secara utuh dan secara tegas kedalam sudut pandangnya. Ini juga adalah hal yang sangat jarang.

(Huahahaha... maaf klo lagi-lagi ada yang salah...)

Ahh… benar juga. Sadar atau tidak sadar, kebanyakan orang memang takut untuk berubah… dalam artian, merubah keyakinan yang selama ini sudah mereka pegang sebagai sesuatu yang benar. Bukan begitu? Salah satu contoh sederhana tapi sangat nyata… AGAMA...

@#$%^&*( !#%&(@$^*)……!!!!!!

Udah ah, klo ngomongin tentang agama ga ada matinya deh. Apalagi agama memang merupakan topik yang cukup sensitif. Kunjungilah ruang Tanya Jawab Agama dan Kepercayaan dengan cara klik disini :p

Yah, mungkin selain beresiko, juga karena memahami sudut pandang orang lain pun bukan perkara mudah… Walaupun kita ingin, tetapi belum tentu bisa langsung untuk memahaminya. Butuh sebuah penelusuran, penyelidikan, pencarian data-data yang mendukung untuk mengetahui “mengapa ia berfikir, berpendapat, dan bertingkah laku seperti itu”.

Coba perhatikan sebuah dialog sederhana ini :
A : "hiks-hiks-hiks…" (menangis T_T)
B : "mengapa kamu menangis?"
A : "karena saya lagi sedih"
B : "kenapa kamu bersedih?"
A : "karena uang saya hilang"
B : "berapa uang kamu yang hilang?"
A : "dua ribu rupiah"

Tentu, dalam memahami mengapa A menagis, B harus melakukan penelusuran, penyelidikan, pencarian data-data yang mendukung dengan melemparkan beberapa pertanyaan untuk mendapat sebuah pemahaman bahwa : A menangis karena kehilangan uang dua ribu rupiah. Dengan mengetahui mengapa A menangis, maka B dapat dengan mudah menghentikan tangis A, yaitu dengan cukup mengganti uang A yang hilang sebesar dua ribu rupiah, habis perkara.
Berbeda ketika B yang tanpa mengetahui mengapa A menangis, bukannya menanyakan mengapa ia menagis, malah langsung saja memberikan nasihat. “Sudahlah A, jangan menagis… uang bisa membeli segalanya

Sebuah penelusuran, penyelidikan, pencarian data-data yang mendukung untuk mengetahui “mengapa ia berfikir, berpendapat, dan bertingkah laku seperti itu” dalam kenyataannya kadang tidak selalu semudah seperti apa yang saya contohkan diatas… Penyebab utamanya sih antara lain, kurangnya kepedulian dan keterbukaan. Kepedulian terhadap apa yang sebenarnya orang lain pikirkan, dan keterbukaan terhadap apa yang sebenarnya kita pikirkan.

SALING MEMAHAMI, SEBUAH JALAN PANJANG DAN BERLIKU UNTUK MENGAKHIRI SELURUH PERTIKAIAN UMAT MANUSIA DI MUKA BUMI INI.

Senin, 19 April 2010

rasa teh...

Sesuai dengan permintaan kk AhmedFikreatif, postingan kali ini saya akan sedikit bercerita tentang perjalanan wisata saya ke perkebunan teh di Gununghalu tanggal 17 April kemarin.

Umm… apa yah yang harus saya ceritakan? Soalnya perjalanan ke sana cuma sebentar sih… berangkat dari Bandung pagi hari, siang sampai disana duduk-duduk sambil menikmati suasana perkebunan teh, sorenya ke Saguling untuk bakar ikan, malemnya pulang kekenyangan… Hahaha!!! That’s all.

Cape? Iya cape!!!

Menyenangkan ? Iya menyenangkan!!!

Cuma saya agak sedikit ga enak waktu pulangnya. Ikan yang dibawa dari Saguling terus saja menggelepar. Ikan hidup itu ditaruh di kantung-kantung plastik terikat tanpa air, menggelepar selama dalam perjalanan. Uhhh… ikan-ikan yang malang. Ngebayangin betapa tersiksanya mereka di dalam sana, tidur jadi ga tenang T_T

Oh ya, ngomong-ngomong soal liburan kali ini, kenapa dipilih ke perkebunan teh sebenarnya berawal ketika ibu membaca tabloid CANTIQ edisi 141 yang ia dapat ketika berbelanja di Alfamart. Di sana dibahas mengenai aneka macam teh, mulai dari jenis, manfaat, sampai cara penyajiannya. Dari ke empat macam teh yang ada (yaitu teh hitam, teh hijau, teh oolong, dan teh putih), ternyata diketahui bahwa teh putih mengandung antioksidan 3x lebih banyak dibandingkan teh hijau, 12x dibandingkan jus jeruk, mengandung paling sedikit kafein diantara keempatnya, dan baik untuk kecantikan pula... Wow

Alhasil? kita sepakat untuk berlibur ke perkebunan teh di akhir pekan. Kenapa harus di Gununghalu? enggak ke Ciwidey aja? soalnya ada kenalan paman di sana... jadi enak minta teh putihnya. Dikasih lumayan banyak, gratis pula... yes-yes-yes...

Sampai di rumah langsung diseduh... Rasanya? klo menurut pengakuan ibu saya sih katanya "rasanya lebih seger dan lebih soft ketimbang teh yang selama ini pernah ibu minum". Tapi kalo kata saya sih "RASANYA KAYAK TEH" hehehe...

Senin, 05 April 2010

Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?

"Manusia adalah ukuran segalanya" (Protagoras, ± 490-420 SM)

Beberapa saat yang lalu saya menanyakan sebuah pertanyaan iseng di Yahoo Answers. Pertanyaannya adalah : "Apa Dosa terbesar umat manusia?"
Versi aslinya bisa klik disini ^_^

Beberapa jawaban cukup menarik, tetapi ada satu yang sangat menarik perhatian saya... yaitu jawaban dari user Mikimos. Dia mengatakan :

bicara dosa sepertinya masuk koridor religi..... ya tentoenya tiap agama ato kepercayaan masing2 punya jawabannya sendiri..... secara moral sebagai seorang manoesia ia bisa merasa bersalah..... namoen beloem tentoe merasa berdosa..... jika dengan adanya "kesadaran dan kepercayaan"..... merasa bersalah pastinya merasa berdosa.... ato bahkan secara langsoeng menyebut segala kesalahan itu sebagai dosa.....

jika dijawab dosa apakah nyang terbesar tentoenya sebatas jawaban "textbook" juga jawaban bersifat "personal religius-moralitas" sejauh pengalaman dan pemahamannya sebagai seorang manoesia......

hehehe....hitungan besar kecilnya gimana? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... jika mau disadari dan dipandang lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental......manoesia menilai manoesia itu konyol kan?


Tidak menjawab pertanyaan saya ini, tapi saya cukup suka dengan pemikirannya. Pemikiran yang transcendental... Pemikiran super Objektif... atau biasa saya sebut sebagai "pemikiran Dewa"... Seorang dewa yang terbang bebas melihat tingkah laku manusia sambil berkata "betapa indahnya badai orang-orang konyol ini"... Hohoho... benar-benar pemikiran seorang Filsuf. Kenapa juga saya tanyakan pertanyaan seperti ini ke room Filosofi? Hehehehe...

Tentu saja dalam sudut pandang ini, apa yang user Mikimos tidaklah salah... Tepat sekali malahan menurut saya. Saya pun sebenarnya menanyakan pertanyaan tersebut dalam lubuk hati terdalam memang ingin menilai juga... menilai seberapa pintar jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... menilai seberapa menarik jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... hingga menilai, manakah jawaban yang akan saya pilih sebagai Jawaban Terbaik... Artinya disini saya sebagai manusia menilai manusia lainnya... Tapi konyol kah? Nah ini dia !!!

Menurut saya memang begitulah takdir manusia... Saling menilai !!! baik menilai diri sendiri maupun orang lain... Dalam lingkungan pertemanan misalnya, saling menilai mana yang layak untuk dijadikan teman dan mana yang tidak... Dalam jenjang pendidikan misalnya, mana yang layak mendapatkan nilai baik dan mana yang layak mendapatkan nilai buruk... Di mata hukum juga, manakah perbuatan yang melanggar hukum dan mana yang tidak... dan masih banyak lagi !!! semua manusia saling menilai... konyol kah?

Dan kehidupan manusia pun tidak akan berjalan dan berkembang tanpa adanya penilaian-penilaian tersebut... Coba bayangkan hidup tanpa saling menilai! mana kawan mana lawan... pendidikan tak akan berjalan... hukum tidak berpihak pada keadilan... Dan lain-lain.

Bagaimana dengan standar penilaiannya? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... Klo ga ada? yah terpaksa kan harus kembali menilai lagi kan? pake standar "personal religius-moralitas" misalnya juga ga ada salahnya kan? bahkan kita juga bisa menilai lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental mungkin? Yah, manusia tidak semuanya sama kan dalam menilai standar yang dia pahami sebagai standar yang benar? Orang untuk menilai siapa nyang "menetapkannya", manusia itu kadang masih bisa berbeda pendapat koq...

Daripada saya tidak bisa menilai untuk memberikan Jawaban Terbaik pada siapa? Apa saya biarkan untuk di Vote aja? Heii!!! bukankah Vote juga salah satu bentuk daripada sebuah penilaian? Hahahaha... Konyol sekali saya!!!

Entahlah penilaian saya ini benar atau tidak, tapi saya menilai bahwa sebaiknya manusia menilai agar nilainya tersebut dinilai oleh lain, sehingga ia bisa menilai kembali apakah nilainya tersebut benar atau salah sesuai dengan pertimbangan nilai dari orang lain yang menilai nilainya tersebut... Lho-lho-lho... koq jadi bingung saya ! Hehehehe...

Baca selanjutnya : Mari kita pahami! Apa Artinya?
 

Blog Template oleh YummyLolly.com - Header dibuat dengan PS brushes oleh gvalkyrie.deviantart.com
Disponsori oleh Free Web Space