Senin, 28 Juni 2010

I'm Sorry

I'm Sorry... Soo-soo-soooooorrrryyyy! m(_ _)m

Dikarenakan kesibukan saya akhir-akhir ini, untuk sementara blog ini akan sepi postingan untuk beberapa bulan ke depan.

Akan saya usahakan aktif lagi sesegera mungkin! jadi walaupun sepi, sesekali PLEASEEEEE tengokin blog saya ini walaupun hanya sekedar lewat saja :-p

Terima kasih buat yang selama ini dengan setia membaca beberapa postingan saya yang tidak bermutu ini...

Akhir kata, sampai jumpa lagi ^_^

Jumat, 25 Juni 2010

Ketika Izrail bertanya...


"Apakah kamu siap untuk mati?"

"Tidak"

"Jadi kamu belum siap untuk mati?"

"Tidak juga"

"Lalu?"

"Aku hanya tidak ingin mengkhawatirkannya..."

Selasa, 01 Juni 2010

Cermin-cermin ajaib

Manusia adalah Alam yang secara kreatif menatap kembali dirinya sendiri (Fredrich Von Schlegel)

Kalau disuruh memilih, lebih memilih mana? "lebih pintar menilai diri sendiri dibandingkan menilai orang lain" atau " lebih pintar menilai orang lain daripada menilai diri sendiri"?
Kalau disuruh memilih, lebih memilih mana? "lebih pintar memahami diri sendiri dibandingkan memahami orang lain" atau " lebih pintar memahami orang lain daripada memahami diri sendiri"?

Setelah melakukan Survey kecil-kecilan di sini dan di sini, kebanyakan orang menjatuhkan pilihannya pada "lebih pintar menilai diri sendiri dibandingkan menilai orang lain" dan "lebih pintar memahami diri sendiri dibandingkan memahami orang lain".

Bagaimana bila pertanyaan itu saya tanyakan kepada diri saya sendiri? Saya akan menjawab " lebih pintar menilai orang lain daripada menilai diri sendiri" dan " lebih pintar memahami orang lain daripada memahami diri sendiri". Alasannya? inilah sekeping pemikiran bodoh saya :

Masih ingat pepatah ini? Gajah di pelupuk mata tak terlihat, kuman (ato semut yah?) di seberang lautan terlihat; yang artinya bahwa kesalahan sendiri begitu sulitnya disadari, tetapi kesalahan orang lain begitu mudahnya dicari. Wajar saja, soalnya si Gajah bersembunyi di balik pelupuk mata, jadi mana bisa dilihat? Butuh sebuah cermin untuk melihat sang gajah di pelupuk mata.

Manusia ibarat sebuah cermin ajaib. Cermin ajaib yang merefleksikan siapa diri kita sebenarnya…

Saya analogikan dalam sebuah cerita…

Setelah maen Ayo Dance sampai malem… Ngantuk mau tidur, ngaca dulu di depan cermin.
“ohh… masih cantik” pikir saya… (ke PD an mode on)

Bangun tidur karena kesiangan, langsung melompat ke meja makan untuk sarapan bersama. Semua keluarga tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
“Hei ada apa?” tanya saya.
“Makanya ngaca donk, ngaca!!!” ucap kakak saya sambil cekikikan…
Baru saya sadar ketika melihat di depan cermin… Wajah cantik saya penuh dengan coretan lipstick korban kekejaman yang dilakukan oleh saudara kandung saya sendiri. Tiga buah garis kerutan di dahi, kumis doraemon dan jenggot merah… “Grrr!!!”

Akhirnya saya langsung mandi, membersihkan seluruh noda lipstick dengan air dan sabun di depan cermin. Habis mandi, ganti baju, dandan di depan cermin biar tambah cantik (centil mode on), lalu… siap untuk melakukan aktifitas seharian penuh!!!
  1. Cermin dibutuhkan untuk mengetahui seperti apa diri kita sebenarnya
  2. Cermin dibutuhkan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari
  3. Cermin dibutuhkan untuk membantu kita dalam usaha memperbaiki diri dan mengoptimalkan apa yang telah kita miliki.
Dalam hal memilih cermin yang akan kita pakai, tentunya tidak bisa sembarangan saja. Tidak semua cermin itu sempurna. Cermin cembung, cermin cekung, cermin buram, cemin retak… semuanya akan merefleksikan gambaran yang akan berbeda. Sehingga kita harus pandai-pandai menilai, cermin ini termasuk ke dalam jenis cermin apa.

Tapi seperti halnya “tiada gading yang tak retak” begitu pula manusia… sepertinya akan sangat sulit menemukan sebuah cermin yang benar-benar jernih dan datar yang mampu merefleksikan diri kita dengan sempurna. Kalaupun ada, mampukah kita menemukannya? Hanya dengan keberuntunganlah, mungkin kita dapat menemukan salah satunya.

Jadi bagaimana bila kita kurang beruntung? Yah bagaimana lagi, mau tidak mau kita hanya bisa menggunakan cermin yang ada saja. Tapi bukankah refleksinya akan berbeda dengan kenyataan diri kita yang sebenarnya? Pahami… belajarlah memahami… apa artinya?

Hanya ada cermin cembung? maka pahamilah… cermin cembung selalu merefleksikan diri kita menjadi sebuah gambaran yang agak gemuk, besar, dan bulat. Maka kita akan sadar… kita tidaklah segemuk, sebesar, dan sebulat itu… Maka manfaatkanlah kejernihannya untuk setidaknya mengetahui kebenaran bahwa mata kita tetap indah, hidung kita tetap mancung, bibir kita tetap seksi, dan kulit kita tetap putih mulus.

Hanya ada cermin buram? maka pahamilah… cermin buram selalu melalu merefleksikan gambaran yang agak kabur. Maka kita akan sadar… kita tidaklah sekotor dan seburam itu… Maka manfaatkanlah datarnya cermin buram untuk setidaknya mengetahui kebenaran bahwa tubuh kita tetap langsing, seksi, dan proporsional.

“Ah, itu sih saya juga tahu Pur! Jadi mana bagian ajaibnya?” tanya para cermin.
“Cermin yang bisa makan, minum, berbicara, berlari, dan bermimpi… bukankah itu cukup ajaib?” jawab saya

Koq jadi ngelantur saya? Akan saya simpulkan pendapat saya dari sini :

1. Manusia selalu membutuhkan sebuah cermin untuk mengetahui seperti apa diri nya sebenarnya, mengetahui kesalahan-kesalahan yang tanpa sadar telah ia perbuat, memperbaiki kesalahan tersebut, meningkatkan serta mengoptimalkan apa yang telah ia miliki.

2. Diperlukan sebuah kebijaksanaan dalam menilai cermin mana yang layak untuk kita pakai untuk merefleksikan diri kita, dan sebuah kebijaksanaan untuk memahami, mengapa kita tampak berbeda di depan cermin yang satu dengan cermin yang lain.

...
Tapi ini hanya pendapat saya lho… belum tentu mengandung kebenaran di dalamnya! Jadi teringat sebuah kalimat dalam dialog antara Theaetetus dan Socrates :
Socrates : … Sekarang kita perlu mengujinya, untuk melihat apakah ini hanya omong kosong ataukah mengandung kebenaran di dalamnya.

“Wahai cermin-cermin ajaib… siapakah wanita tercantik di seluruh jagad raya ini?” tanya saya sambil bawa-bawa martil…
“Puri!!!” jawab para cermin serentak.



Posting opo aku iki? ga jelas blas...!!!!

Senin, 17 Mei 2010

Manusia akan celaka jika diadili hanya dengan keadilan belaka !

Teringat kembali kepada beberapa postingan saya terdahulu :

-Otak segede Planet Jupiter?
-Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?
-Mari kita pahami ! Apa artinya ?

Saya kutipkan sebuah penggalan cerita dari salah satu Novel favorit saya yang berjudul "Sang Raja Jin : Novel tentang Cinta, Doa, dan Impian" ( hal. 118-124 )

Judul Asli : Master of the Jinn : A Sufi Novel
Pengarang : Irving Karchmar
Penerbit : Bay Street Press, Sag Harbor, NY, 2004
Judul Indonesia : Sang Raja Jin : Novel tentang Cinta, Doa, dan Impian
Penerjemah : Tri Wibowo BS
Penerbit Indonesia : Kayla pustaka

-------------------------------------------------------------------------------------------------
“Pada masa lalu, seorang faqir pengelana tiba di sebuah oasis di sebuah gurun di barat. Dia seorang Qalandar yang berkelana di gurun-gurun Afrika dan Arab selama bertahun-tahun. Dia mencari-cari tempat penyendirian agar bisa mengingat Tuhannya dan merenungi misteri-misteri-Nya. Amal, iman, dan kepasrahannya kepada Tuhan membuatnya dianugrahi kedamaian jiwa. Ketulusan dan ibadahnya di Jalan Cinta sangatlah mendalam, sehingga hal-hal gaib tersingkap padanya, dan dia menjadi seorang Wali, sahabat Allah.

“Faqir itu tiba di oasis pada malam hari. Ia segera merebahkan tubuhnyadi bawah pohon kurma untuk beristirahat sejenak sebelum menunaikan shalat tahajud. Tetapi, tanpa disadari, ada lelaki lain yang juga sedang beristirahat di dekat pohon itu.

“Tetapi lelaki itu adalah penjahat tersohor, gembong dari sekelompok penjahat yang dahulu sangat ditakuti orang. Mereka dulu suka merampok kafilah-kafilah pedagang kaya yang bepergian melalui kota-kota di pedalaman. Tapi kekejaman para penjahat itu akhirnya sampai ke telinga Sultan, dan karenanya ia memerintah prajuritnya untuk memburu dan membunuh gerombolan perampok itu. Banyak anggota perampok itu yang tertangkap dan di pancung kepalanya. Yang lainnya meninggalkan gembong penjahat itu. Sebagian lagi mengkhianatinya karena takut dihukum mati seperti kawan-kawannya yang lain.

“Akhirnya, pentolan penjahat itu sendirian. Hartanya ludes semua. Uangnya yang terakhir sudah habis dalam pelarian. Kini ia menjadi buronan nomor wahid. Kepalanya dihargai sangat mahal. Bahkan mantan kawan-kawannya, yaitu para penadah barang-barang hasil jarahannya, kini tak mau lagi menolongnya. Mereka juga takut jika kemarahan Sultan menimpa diri mereka. Karena itulah penjahat ini melarikan diri berhari-hari melintasi gurun dan sampai di oasis tersebut dalam keadaan letih dan lapar. Ia duduk di bawah pohon dan merutuki nasibnya yang malang.

“Malaikat Munkar dan Nakir, yang bertugas menanyai orang yang sudah meninggal, melihat keadaan dua orang itu. Kata malaikat Munkar, ‘di sini jelas tampak beda antara emas yang murni dan yang palsu. Dua orang ini sudah bisa dinilai mutu jiwanya, walau mereka belum mati. Allah akan mengangkat lelaki yang saleh dan setan akan menemani lelaki jahat itu.’

“Pastilah demikian,’ kata Nakir setuju. ‘Emas sejati amatlah langka. Surga amatlah luas, dan neraka penuh api yang menyala-nyala hingga ke dasarnya.’

“Allah mendengar bersitan pikiran kedua malaikat-Nya itu. Dia lalu berbicara kepada hati dua malaikat itu: ‘Kalian telah menghakimi nasib mereka. Namun manusia akan celaka jika Aku menghakimi makhluk-Ku hanya dengan keadilan belaka. Bukankah Aku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Saksikanlah! Aku akan mengunjungi mereka dalam tidur dan visi mereka, agar kalian tahu kebenaran sejati dari makhluk-Ku.

“Lalu Allah menidurkan dua orang itu dan mengirimkan mimpi kepada si faqir dan penjahat tersebut. Qalandar yang alim itu bermimpi di dalam neraka, bahkan berada di dasar neraka yang paling dalam, dengan nyala api yang paling lebat dan hebat. Sedangkan pentolan penjahat itu berada di surga, berdiri bersama-sama para Wali Allah di hadapan singgasana-Nya.”

“Kedua malaikat itu menyaksikan si faqir yang saleh berada di tengah-tengah neraka, dan melihat orang yang sangat baik ini berdiri telanjang dengan api membakar dagingnya. Jeritan jiwa-jiwa yang tersiksa membuat telinganya sakit. Tetapi lelaki itu tidak merasakan kesakitan saat api neraka membakarnya, dan ia bahkan tidak terkejut maupun takut. Ia hanya memikirkan Sang Kekasih, dan penderitaan sehebat apapun tidak bisa mengalihkan perhatiannya kepada Allah. Ia lalu duduk diselimuti kobaran api yang panas dan menyesakkan. Dengan suara tenang dan keras Sufi itu mulai berzikir:

“’Laa ilaaha illallal! Laa ilaaha illallah!’

“Api itu menyala lebih hebat saat zikirnya menggelegar. Lalu api itu meredup, dan gunung-gunung api di neraka bergetar hebat mendengar zikirnya. Jiwa-jiwa lain yang disiksa di neraka berhenti menjerit dan memasang telinganya lebar-lebar, karena nama Allah selama ini tidak pernah diucapkan di neraka. Kemudian semua suara lenyap kecuali suara zikir itu. Lelaki itu terus berzikir sampai dasar dan fondasi neraka berguncang hebat, sedangkan para penghuni lain yang terkutuk di neraka mulai mendapatkan secercah harapan untuk bebas dari azab neraka.

“Neraka itu pasti akan runtuh berkeping-keping jika Iblis tidak muncul dan memohon kepada si faqir untuk menghentikan zikirnya. Tapi lelaki saleh itu terus saja berzikir, sebab sudah lama ia menapaki Jalan Cinta, dan kehendak Sang Kekasih sudah menjadi kehendaknya, entah ia dimasukkan ke dalam surga atau neraka.”

“Allah juga memperlihatkan keadaan penjahat itu kepada kedua malaikat-Nya. Mereka melihat penjahat itu berdiri dengan jubah panjang, gemetar di tengah-tengah penghuni surga di hadapan singgasana Allah Yang Mahakuasa. Dan Malaikat Jibril berbicara kepada lelaki itu :

“’Dengan rahmat dan kasih sayang Allah, Penciptamu, perbuatan burukmu telah dimaafkan,’katanya. ‘Kini masuklah dengan damai.’

“Dan kini, kebenaran memasuki hati si penjahat itu. Ia amat takjub, air mata menetes di matanya. Lalu ia menyaksikan keagungan dan keindahan Dzat Yang Maha Pengasih. Ia pun tersungkur dan menangis sejadi-jadinya.

“Dan Allah berfirman kepadanya : ‘Wahai anak cucu Adam, janganlah takut. Sebab tiada satu pun yang terperosok ke dasar tanpa bisa kuangkat kembali ke permukaan.’

“Penjahat itu tak lagi jeri. Ia berlutut dan bersujud kepada-Nya sebari terus menangis. Air matanya mengalir tiada henti. Ia menyesali hidupnya yang kelam di masa lampau. Air matanya menjadi aliran rahmat yang tak bisa berhenti. Kaki Sang Wali yang tidur di sebelahnya basah oleh air matanya.

“Ia akan terus menangis kalau saja visi yang dihadirkan Allah itu tidak diakhiri. Kedua lelaki itu bangun mendadak. Kemudian sang penjahat melihat si faqir. Ia mendekati faqir itu sambil masih menangis. Si faqir yang mengetahui keadaanya lalu memeluknya. Mereka berdua melakukan shalat dan berdoa bersama sampai fajar mengembang. Akhirnya, penjahat itu menjadi murid si faqir. Demikianlah…

“Sementara itu, Malaikat Munkar dan Nakir, yang baru saja melihat setetes dari rahmat Allah yang tiada habisnya, bersujud di hadapan Tuhan. Mereka malu karena terburu-buru menghakimi. Penilaian Allah berada di luar pemahaman manusia dan malaikat.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Bererapa istilah :
  • Faqir : Secara harfiah bermakna fakir. Dalam istilah Sufisme, faqir adalah seseorang yang hidup dalam kebersahajaan spiritual, tak terikat kepada apa pun selain Tuhan
  • Darwis : Murid dari Syekh Sufi
  • Qalandar : Darwis pengembara yang penyendiri
  • Syekh : (1) Pemimpin sebuah kota atau kampung; (2) Kepala lembaga keagamaan di sebuah kota atau daerah; (3) Dalam Sufisme, berarti guru spiritual.

Rabu, 05 Mei 2010

Balasan surat cinta? mari muntah bersama!

Berawal dari membaca sebuah postingan dari blognya kk Ahmedfikreatif berjudul Surat Cinta Dua Insan Terlanda Asmara Terpisah Lautan
Sebuah surat dari seorang Pemuda bernama Sutrisno kepada seorang Gadis bernama Titin.
Merinding saya bacanya... Hahaha!!! dasar anak muda jaman dulu...

Lalu dilanjutkan dengan membaca postingan cc Cempaka berjudul Balasan Surat Cinta
Sebuah surat balasan dari seorang Gadis bernama Titin kepada seorang Pemuda bernama Sutrsino.
Nah... klo ini surat saya suka bacanya! Surat dengan gaya bahasa yang mencitrakan sebuah pribadi muslimah yang santun dan solehan.

SAYA JADI PENGEN IKUT-IKUTAN ^_^

Tulis-tulis-tulis... dan Voila!!! Selamat bermuntah-muntah ria...

***********************************************************************
Assalamu’alaikum WR WB

Dear kanda Sutrisno…

Entah apa yang harus kukatakan lagi diawal suratku selain selain rindu…rindu…dan…rindu… Kisah cinta ini begitu seindah kisah seribu satu malam… namun malam malam penuh cinta ini disatu sisi begitu menyiksaku mengingat kau tiada disisiku… hanya untaian surat suratmu sebagai pengobat rindu...

Seandainya mungkin... ku mampu terbang kesana…kan kubawa pulang dirimu yang slalu kusayang…kuyakinkan diri agar tiada sepi... kulewati hari didalam mimpiku….
Ya... sayang, setiap hari setiap detik setiap waktu kuyakinkan diriku agar tiada sepi menghiasi setiap hari kulalui tanpa dirimu... tapi nyatanya tak bisa kupungkiri aku sepi tanpa kehadiranmu... tiada jenuh memandangi fotomu yang yang rupawan… memyentuhnya dengan jariku….berharap kau merasakan hangat kasihku…kudekap erat di dadaku berharap kau maknai degup jantungku yang mengalun menyebut namamu… kandaku Sutrisno…

Saputangan tanda kasihku dan kasihmu... setia mendampingiku dalam hari hari penuh kerinduan ini… andai saja saputangan ini bisa bicara... dia mungkin sangat penasaran siapa Sutrisno…yang selalu kusebut namnya dan membuat aku selau menitikkan airmata…disapu tangan ini...

Kanda Sutrisno…maaf ya semoga kau bukannya malah sedih membaca rangkaian kata kata rinduku ini… jujur aku teramat rindu… namun jadikanlah ini sebagai semangatmu untuk berjuang disana…melakukan segala yang terbaik yanga kau bisa…karena ada aku yang akan sangat bangga padamu... yang akan setia memantimu sampai takdir mempertemukan kita lagi… dalam doaku ku mohoinkan Semoga Allah mempertemukan kita lagi dalam keadaaan yang sebaik baiknya…

Pesanku padamu kakandaku sayang... mari kita saling berjuang, segenap doa dan kepercayaan kutitipkan padamu karena kuyakinkan diri kau disana tengah merajut masa depan yang indah seperti yang kita cita citakan... setinggi bintang dilangit…secemerlang bintang dilangit… seindah nama bintang itu sendiri…kau ingat kan…bintang adalah sebuah nama yang kita rancang untuk nama anak kita kelak…amin.

Demikian surat ini kandaku... dalam kerinduan…dinda menanti sayang…

Wassalamu’alaikum WR WB

***********************************************************************

Jadi, bagaimana menurut anda? berapa liter muntahan yang anda hasilkan setelah membaca balasan surat cinta yang saya buat ini?

Selasa, 04 Mei 2010

Sebuah penghargaan... eh, Dua buah dink!

Empat bulan sudah saya mengoprasikan blog saya ini. Sebagai blogger newbie, saya sadar banyak sekali kekurangan saya dalam "memanage" blog ini, baik dari segi isi maupun tampilannya T_T. Postingan yang hanya mampu saya tulis 3x sebulan, topik-topik yang kurang menarik, pembahasan yang kurang sistematis, gaya bahasa yang amburadul, umpan balik yang kurang memuaskan, tampilan yang kurang baik, warna-warna yang kurang nyaman dipandang, huruf-huruf yang susah dibaca, dan lain sebagainya... yang walaupun saya sadar dengan pasti, tapi tidak juga segera mengatasinya >_<

Gembira?

Tentu saja gembira!!! hanya saja saya agak merasa kurang pantas... Tapi yah, Ane bawa pulang Gan awardnya!!!

***********************************************************************

Award pertama : Beautiful Blogger
Award ini diberikan oleh kk Ahmedfikreatif dalam postingannya yang berjudul Sebuah Awal di Bulan April pada tanggal 27 April 2010 yang lalu.

Thank you for this friendship katanya... (You're Welcome jawab saya)... Semoga tetap menjadi persahabatan yang indah selamanya...

***********************************************************************

Award kedua : Nice Blogger
Award ini diberikan oleh cc Cempaka dalam postingannya yang berjudul Nice And Beautiful pada tanggal 28 April 2010 yang lalu.

"Bingung mau dikasih ke siapa, jadi ngasihnya yang terlintas di kepalaku deh" katanya... Weeee!!
Yah, setidaknya saya masih ada dalam pikiran cc Cempaka. Walau masih di nomor-duakan (jealous mode on) Hahaha!!!


**********************************************************************
NB : @Ahmedfikreatif&Cempaka : Maafkan saya tidak bisa mengikuti sistem yang ada... karena sebuah penilaian terhadap seseorang merupakan sebuah beban besar bagi saya. Lagian, blogger yang saya kenal juga baru sedikit. Dipaksain juga akhirnya award ini juga bakal balik lagi ke kalian juga... Hahaha...

Jumat, 23 April 2010

Mari kita pahami! Apa artinya?

"Jika seorang malaikat mengatakan pada kita tentang filsafatnya, saya yakin banyak pernyataannya yang mungkin terdengar seperti 2 x 2 = 13" (Georg Christophe Lichtenberg (1742-1799)

Beberapa hari yang lalu, saya menemukan sebuah buku yang menarik berjudul ON BECOMING A PERSON : a therapist’s view of psychotherapy yang ditulis oleh seorang psikolog bernama Carl Ransom Rogers. Bukunya sudah cukup usang sih, tapi isinya cukup menarik menurut saya. Jadi, saya akan membahas seluruh isi buku ini? Tidak-tidak… mending baca sendiri aja deh :p

Flashback ke postingan saya terdahulu yang berjudul "Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?". Disana saya menyadari kenyataa bahwa dalam kehidupan, kita memang tidak terlepas dari perilaku saling menilai satu sama lain. Tapi tetap saja saya pun tidak bisa memungkiri pernyataan yang dikemukakan oleh Mikimos bahwa “manusia menilai manusia adalah hal yang konyol”.

Teringat sebuah kisah tentang asal usul istilah “debat kusir”. Saya kutipkan dari blog nya Kang Aom:

Istilah debat kusir muncul ketika Birokrat ulung Indonesia pada jaman orde baru Harmoko iseng naik delman (dokar) dari rumahnya menuju tempat kerjanya. Baru beberapa meter delman melaju, tercium bau menyengat yang tidak enak. Kemudian terjadi debat :
  • Pak Harmoko : “Bang, delmannya kok bau yach ?”.
  • Kusir yang juga merasakan adanya bau itu langsung menjawab : “iya maaf pak, kudanya kentut !”
  • Pak Harmoko menimpali. : “ Kudanya masuk angin tuch, makanya kalau malam masukkan ke kandang”
  • Merasa disalahkan Kusir lantas membantah : “Bukan masuk angin pak, tapi keluar angin”
  • Sebagai seorang birokrat ulung tentu menjawab lagi sambil berusaha meyakinkan si kusir : “Masuk Angin ah!”
  • Kusir yang merasa berpengalaman merawat kuda lantas menjawab lagi : “paaaaak, yang namanya kentut itu bukan memasukkan angin tapi mengeluarkan angin , jadi keluar angin ! bapak ini gimana sich ?
  • Pak Harmoko masih tetap berusaha meyakinkan dengan menambah referensi “menurut petunjuk bapak presiden, “…… kuda itu masuk angin !
  • Pak Harmoko dan Kusir tetap pada pendiriannya tentang kentut (kuda) sampai akhirnya Pak Hamoko turun dari dokar untuk menuju kantor dan kusir kembali ke jalan untuk mencari penumpang lainnya.
Dan perdebatan pun tidak menemukan jalan keluarnya. Kenapa? Karena keduanya akan mempertahankan sudut pandang keyakinan yang dianggapnya benar. Pak Harmoko yang merasa dirinya adalah seorang birokrat ulung, dan Pak Kusir yang merasa lebih berpengalaman merawat kuda . Merka saling menilai bahwa dirinya lah “yang benar” dan orang lain lah “yang salah” dengan mempertahankan ego nya masing-masing…

Tapi setelah saya membaca buku berjudul ON BECOMING A PERSON : a therapist’s view of psychotherapy yang ditulis oleh Carl Ransom Rogers , saya jadi sedikit tercerahkan. Yak langsung kita buka halaman 18 :

… I have found it of enormous value when I can permit myself to understand another person. The way which I have worded this statement may seem strange to you. Is it necessary to permit oneself to understand another? I think it is. Our first reaction to most of the statement which we hear from other people is an immediate evaluation, or judgment, rather than an understanding of it. When someone expresses some feeling or attitude or belief, our tendency is, almost immediately, to feel “That’s right”; or “That’s stupid”; “That’s abnormal”; “ That’s unreasonable”, “That’s incorrect”, “That’s not nice.” Very rarely do we permit ourselves to understand precisely what the meaning of his statement is to him…

Saya coba terjemahkan kira-kira kayak gini :

… Saya menemukan nilai yang luar biasa ketika saya dapat mengijinkan diri saya untuk memahami orang lain. Cara yang saya pakai dalam mengungkapkannya dalam kata-kata mugkin akan terdengar aneh untuk anda. Apakah kita perlu mengijinkan diri kita untuk memahami orang lain? Saya rasa begitu. Reaksi pertama kita terhadap hampir semua pernyataan yang kita dengar dari orang lain adalah evaluasi langsung atau penghakiman, ketimbang pengertiannya terhadap (pernyataan) tersebut. Ketika seseorang mengekspresikan perasaannya, atau sikapnya, atau keyakinannya, kecenderungan kita hamper seketika itu juga merasa bahwa “ itu benar” atau “itu bodoh”, “itu tidak normal”, “itu tidak beralasan”, “itu tidak tepat”, “itu tidak baik”. Sangat jarang kita mengijinkan diri kita untuk memahami secara tepat apa arti pernyataan itu bagi orang (yang mengeluarkan pernyataan) itu…

(Maaf klo terjemahan saya agak kacau >_<)

Hmm.. benar juga! Daripada saling menilai, mungkin akan lebih baik ketika kita saling memahami. Si kusir akan memahami mengapa si penumpang menganggap kuda itu sedang “masuk angin” dan sebaliknya si penumpang akan memahami mengapa si kusir menganggap uda itu sedang “buang angin”. Dan berakhirlah debat yang berkepanjangan tersebut.

SALING MEMAHAMI, SEBUAH JALAN UNTUK MENGAKHIRI SELURUH PERTIKAIAN UMAT MANUSIA DI MUKA BUMI INI.


Benarkah? Tentu tidak semudah itu. Lanjutkan Carl !!!

… I believe this is because understanding is risky. If I let myself really understand another person, I might be changed by that understanding. And we all fear change. So as I say, it is not an easy thing to permit oneself to understand and individual, to enter thoroughly and completely and empathically into his frame of reference. It is also a rare thing…

Yang artinya ...

Saya percaya hal ini karena memahami itu beresiko. Jika saya membiarkan diri saya benar-benar mengerti orang lain, saya mungkin akan berubah oleh pemahaman tersebut. Dan kita semua takut untuk berubah. Jadi seperti yang saya katakana, bahwa bukan hal yang mudah untuk mengijinkan diri kita mengerti secara pribadi, untuk masuk secara sungguh-sungguh, secara utuh dan secara tegas kedalam sudut pandangnya. Ini juga adalah hal yang sangat jarang.

(Huahahaha... maaf klo lagi-lagi ada yang salah...)

Ahh… benar juga. Sadar atau tidak sadar, kebanyakan orang memang takut untuk berubah… dalam artian, merubah keyakinan yang selama ini sudah mereka pegang sebagai sesuatu yang benar. Bukan begitu? Salah satu contoh sederhana tapi sangat nyata… AGAMA...

@#$%^&*( !#%&(@$^*)……!!!!!!

Udah ah, klo ngomongin tentang agama ga ada matinya deh. Apalagi agama memang merupakan topik yang cukup sensitif. Kunjungilah ruang Tanya Jawab Agama dan Kepercayaan dengan cara klik disini :p

Yah, mungkin selain beresiko, juga karena memahami sudut pandang orang lain pun bukan perkara mudah… Walaupun kita ingin, tetapi belum tentu bisa langsung untuk memahaminya. Butuh sebuah penelusuran, penyelidikan, pencarian data-data yang mendukung untuk mengetahui “mengapa ia berfikir, berpendapat, dan bertingkah laku seperti itu”.

Coba perhatikan sebuah dialog sederhana ini :
A : "hiks-hiks-hiks…" (menangis T_T)
B : "mengapa kamu menangis?"
A : "karena saya lagi sedih"
B : "kenapa kamu bersedih?"
A : "karena uang saya hilang"
B : "berapa uang kamu yang hilang?"
A : "dua ribu rupiah"

Tentu, dalam memahami mengapa A menagis, B harus melakukan penelusuran, penyelidikan, pencarian data-data yang mendukung dengan melemparkan beberapa pertanyaan untuk mendapat sebuah pemahaman bahwa : A menangis karena kehilangan uang dua ribu rupiah. Dengan mengetahui mengapa A menangis, maka B dapat dengan mudah menghentikan tangis A, yaitu dengan cukup mengganti uang A yang hilang sebesar dua ribu rupiah, habis perkara.
Berbeda ketika B yang tanpa mengetahui mengapa A menangis, bukannya menanyakan mengapa ia menagis, malah langsung saja memberikan nasihat. “Sudahlah A, jangan menagis… uang bisa membeli segalanya

Sebuah penelusuran, penyelidikan, pencarian data-data yang mendukung untuk mengetahui “mengapa ia berfikir, berpendapat, dan bertingkah laku seperti itu” dalam kenyataannya kadang tidak selalu semudah seperti apa yang saya contohkan diatas… Penyebab utamanya sih antara lain, kurangnya kepedulian dan keterbukaan. Kepedulian terhadap apa yang sebenarnya orang lain pikirkan, dan keterbukaan terhadap apa yang sebenarnya kita pikirkan.

SALING MEMAHAMI, SEBUAH JALAN PANJANG DAN BERLIKU UNTUK MENGAKHIRI SELURUH PERTIKAIAN UMAT MANUSIA DI MUKA BUMI INI.

Senin, 19 April 2010

rasa teh...

Sesuai dengan permintaan kk AhmedFikreatif, postingan kali ini saya akan sedikit bercerita tentang perjalanan wisata saya ke perkebunan teh di Gununghalu tanggal 17 April kemarin.

Umm… apa yah yang harus saya ceritakan? Soalnya perjalanan ke sana cuma sebentar sih… berangkat dari Bandung pagi hari, siang sampai disana duduk-duduk sambil menikmati suasana perkebunan teh, sorenya ke Saguling untuk bakar ikan, malemnya pulang kekenyangan… Hahaha!!! That’s all.

Cape? Iya cape!!!

Menyenangkan ? Iya menyenangkan!!!

Cuma saya agak sedikit ga enak waktu pulangnya. Ikan yang dibawa dari Saguling terus saja menggelepar. Ikan hidup itu ditaruh di kantung-kantung plastik terikat tanpa air, menggelepar selama dalam perjalanan. Uhhh… ikan-ikan yang malang. Ngebayangin betapa tersiksanya mereka di dalam sana, tidur jadi ga tenang T_T

Oh ya, ngomong-ngomong soal liburan kali ini, kenapa dipilih ke perkebunan teh sebenarnya berawal ketika ibu membaca tabloid CANTIQ edisi 141 yang ia dapat ketika berbelanja di Alfamart. Di sana dibahas mengenai aneka macam teh, mulai dari jenis, manfaat, sampai cara penyajiannya. Dari ke empat macam teh yang ada (yaitu teh hitam, teh hijau, teh oolong, dan teh putih), ternyata diketahui bahwa teh putih mengandung antioksidan 3x lebih banyak dibandingkan teh hijau, 12x dibandingkan jus jeruk, mengandung paling sedikit kafein diantara keempatnya, dan baik untuk kecantikan pula... Wow

Alhasil? kita sepakat untuk berlibur ke perkebunan teh di akhir pekan. Kenapa harus di Gununghalu? enggak ke Ciwidey aja? soalnya ada kenalan paman di sana... jadi enak minta teh putihnya. Dikasih lumayan banyak, gratis pula... yes-yes-yes...

Sampai di rumah langsung diseduh... Rasanya? klo menurut pengakuan ibu saya sih katanya "rasanya lebih seger dan lebih soft ketimbang teh yang selama ini pernah ibu minum". Tapi kalo kata saya sih "RASANYA KAYAK TEH" hehehe...

Senin, 05 April 2010

Mari kita nilai ! Berapa nilainya ?

"Manusia adalah ukuran segalanya" (Protagoras, ± 490-420 SM)

Beberapa saat yang lalu saya menanyakan sebuah pertanyaan iseng di Yahoo Answers. Pertanyaannya adalah : "Apa Dosa terbesar umat manusia?"
Versi aslinya bisa klik disini ^_^

Beberapa jawaban cukup menarik, tetapi ada satu yang sangat menarik perhatian saya... yaitu jawaban dari user Mikimos. Dia mengatakan :

bicara dosa sepertinya masuk koridor religi..... ya tentoenya tiap agama ato kepercayaan masing2 punya jawabannya sendiri..... secara moral sebagai seorang manoesia ia bisa merasa bersalah..... namoen beloem tentoe merasa berdosa..... jika dengan adanya "kesadaran dan kepercayaan"..... merasa bersalah pastinya merasa berdosa.... ato bahkan secara langsoeng menyebut segala kesalahan itu sebagai dosa.....

jika dijawab dosa apakah nyang terbesar tentoenya sebatas jawaban "textbook" juga jawaban bersifat "personal religius-moralitas" sejauh pengalaman dan pemahamannya sebagai seorang manoesia......

hehehe....hitungan besar kecilnya gimana? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... jika mau disadari dan dipandang lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental......manoesia menilai manoesia itu konyol kan?


Tidak menjawab pertanyaan saya ini, tapi saya cukup suka dengan pemikirannya. Pemikiran yang transcendental... Pemikiran super Objektif... atau biasa saya sebut sebagai "pemikiran Dewa"... Seorang dewa yang terbang bebas melihat tingkah laku manusia sambil berkata "betapa indahnya badai orang-orang konyol ini"... Hohoho... benar-benar pemikiran seorang Filsuf. Kenapa juga saya tanyakan pertanyaan seperti ini ke room Filosofi? Hehehehe...

Tentu saja dalam sudut pandang ini, apa yang user Mikimos tidaklah salah... Tepat sekali malahan menurut saya. Saya pun sebenarnya menanyakan pertanyaan tersebut dalam lubuk hati terdalam memang ingin menilai juga... menilai seberapa pintar jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... menilai seberapa menarik jawaban-jawaban yang akan muncul nantinya... hingga menilai, manakah jawaban yang akan saya pilih sebagai Jawaban Terbaik... Artinya disini saya sebagai manusia menilai manusia lainnya... Tapi konyol kah? Nah ini dia !!!

Menurut saya memang begitulah takdir manusia... Saling menilai !!! baik menilai diri sendiri maupun orang lain... Dalam lingkungan pertemanan misalnya, saling menilai mana yang layak untuk dijadikan teman dan mana yang tidak... Dalam jenjang pendidikan misalnya, mana yang layak mendapatkan nilai baik dan mana yang layak mendapatkan nilai buruk... Di mata hukum juga, manakah perbuatan yang melanggar hukum dan mana yang tidak... dan masih banyak lagi !!! semua manusia saling menilai... konyol kah?

Dan kehidupan manusia pun tidak akan berjalan dan berkembang tanpa adanya penilaian-penilaian tersebut... Coba bayangkan hidup tanpa saling menilai! mana kawan mana lawan... pendidikan tak akan berjalan... hukum tidak berpihak pada keadilan... Dan lain-lain.

Bagaimana dengan standar penilaiannya? kalo ada rumusnya tanya nyang "menetapkannya" saja..... Klo ga ada? yah terpaksa kan harus kembali menilai lagi kan? pake standar "personal religius-moralitas" misalnya juga ga ada salahnya kan? bahkan kita juga bisa menilai lewat sudut pandang adanya keberadaan transcendental mungkin? Yah, manusia tidak semuanya sama kan dalam menilai standar yang dia pahami sebagai standar yang benar? Orang untuk menilai siapa nyang "menetapkannya", manusia itu kadang masih bisa berbeda pendapat koq...

Daripada saya tidak bisa menilai untuk memberikan Jawaban Terbaik pada siapa? Apa saya biarkan untuk di Vote aja? Heii!!! bukankah Vote juga salah satu bentuk daripada sebuah penilaian? Hahahaha... Konyol sekali saya!!!

Entahlah penilaian saya ini benar atau tidak, tapi saya menilai bahwa sebaiknya manusia menilai agar nilainya tersebut dinilai oleh lain, sehingga ia bisa menilai kembali apakah nilainya tersebut benar atau salah sesuai dengan pertimbangan nilai dari orang lain yang menilai nilainya tersebut... Lho-lho-lho... koq jadi bingung saya ! Hehehehe...

Baca selanjutnya : Mari kita pahami! Apa Artinya?

Minggu, 28 Maret 2010

Akhirnya... Jawaban Terbaik ke-100

Horeee!!! Akhirnya jumlah Jawaban terbaik (BA, Best Answer) saya di Yahoo! Answers sudah mencapai 100 (Pamer mode on). Saya tahu sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan, tetapi apa salahnya dipamerkan? Toh tujuan sebenarnya saya pamerkan disini adalah “untuk mengisi kekosongan ide postingan di blog saya ini”. Terima kasih saya pada user ulus p yang dengan begitu murah hatinya menjatuhkan pilihannya pada jawaban saya, sehingga jawaban tersebut menjadi BA saya yang ke 100. Klo mau lihat versi aslinya bisa klik disini

-------------------------
User ulus p bertanya : Apa itu indah? indah itu apa?

Saya pernah bertanya tentang kata "mengindahkan".
Saya nonton film "Life is Beautiful", ya, hidup itu indah.
Saya merenungkan hidup saya, rasanya kok kurang indah... hehehe.
Saya berpikir lagi tentang indah.
Mungkin saya tidak sungguh memahami kata 'indah'.
Mungkin saya tidak menyadari apa itu indah.

Apakah itu indah?
Indah itu apa?
-------------------------
Jawaban saya :

Umm.. saya modifikasikan sebuah pernyataan St. Agustinus dalam Confessions nya :

Saya mengaku padamu Tuhan, bahwa saya masih belum mengetahui apa yang disebut dengan "indah". Namun saya juga mengakui bahwa saya tidak tahu apa yang saya katakan saat ini, bahwa saya telah lama berbicara tentang ke"indah"an, dan segala hal yang "indah" di dunia ini tidak akan menjadi "indah" jikan bukan karena adanya fakta bahwa hal tersebut memang "indah". Bagaimana saya bisa mengetahui hal ini jika saya tidak tahu apa itu "indah"? Mungkinkah saya sesungguhnya tahu apa yang disebut "indah", namun tidak tahu bagaimana mengatakannya?

Ehehehehe... Seperti itu lah om...
-------------------------

Dan begitulah... seminggu kemudian Alhamdulillah jawaban saya dipilih sebagai Jawaban Terbaik.

Awalnya saya tidak bermaksud untuk menjawab seperti itu. Pada mulanya saya malah ingin menggunakan pengertian KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tapi setelah membaca berulang kali pertanyaannya, mencoba membayangkan kebingungan yang ia rasakan (Saya jadi sepintas teringat posting saya tentang Cinta? Benda apa itu?), dan melihat beberapa jawaban yang sudah masuk sebelumnya, saya jadi berubah pikiran... Salah satu penyebabnya adalah Jawaban dari User rezta (semoga nickname nya tidak berubah di kemudian hari). Perhatikan :

-------------------------
indah itu adalah saat dimana semua indera perasa dan pikiran kita merasakan kenikmatan....
kita dapat merasakan keindahan apabila kita pernah merasakan sesuatu yang tidak indah. ..

karena tidak ada artinya keindahan apabila tidak ada yang namanya tidak indah. . .
ini dapat di ibaratkan seperti
kita dapat merasakan bersih bila kita kotor..

saya menyarankan anda untuk merenungkan sedikit kepada orang" yg hidup'a tdk indah dibandingkan anda (menurut presepsi anda sendiri) dan jadikan anda sebagai org tsb..
-------------------------

" karena tidak ada artinya keindahan apabila tidak ada yang namanya tidak indah. . ." katanya... Kalimat inilah yang mengingatkan saya akan pernyataan St. Agustinus dalam Confessions, yang aslinya berbicara tentang waktu :

Aku mengaku padamu Tuhan, bahwa aku masih belum mengetahui apa yang disebut dengan waktu. Namun aku juga mengakui bahwa aku tidak tahu apa yang aku katakan saat ini, bahwa aku telah lama berbicara tentang waktu, dan waktu yang lama ini tidak akan menjadi waktu yang lama jika bukan karena adanya fakta bahwa waktu telah berlalu beberapa lama. Bagaimana aku bisa mengetahui hal ini jika saya tidak tahu apa itu waktu? Mungkinkah aku sesungguhnya tahu apa yang disebut waktu, namun tidak tahu bagaimana mengatakannya?

Dan begitulah, akhirnya saya modifikasikan saja kalimat tersebut dari tentang Waktu menjadi tentang Indah...

Hahahaha... plagiator donk saya?

Cinta? Benda apa itu?

Hihihi... masih teringat ucapan pat kai, si babi dalam cerita sun go kong :
"Sejak dahulu memang begitulah cinta... Deritanya tiada akhir."
Hmm... cinta itu deritanya tiada akhir? bukankah cinta itu seharusnya membahagiakan?

Pertanyaannya sekarang, Apa sih Cinta itu?
Pernah saya mencoba untuk merumuskan definisi dari cinta itu. Pertama saya rasakan dulu cinta itu seperti apa (mode imajinasi on) lalu saya coba rumuskan gambaran yang saya dapat lewat kata-kata... GAGAL!!!! SUSAH!!! Beberapa bagian memang terumuskan, tapi entah mengapa imajinasi ini terus memunculkan gambaran-gambaran cinta yang tidak ada habisnya, dimana logika dan kata-kata yang saya buat tidak mampu mengejarnya >_<.

Karena bingung yang melanda, akhirnya saya tanyakanlah pertanyaan ini di Yahoo! Answers room Jajak Pendapat dan Survei (klik di sini) . Pikir-pikir lagi, akhirnya saya tanyakan lagi juga di Yahoo! Answers room Filosofi (klik di sini) biar mantab.
Ada cukup banyak definisi cinta yang saya dapat... tapi manakah yang benar-benar tepat dan menjelaskan secara menyeluruh definisi dari Cinta itu? Semua jawaban bagi saya telah menggambarkan apa itu cinta. Tapi, entah mengapa rasanya hanya tergambar sebagian-sebagian saja... Bahkan ketika semua jawaban itu digabung! Sisanya sudah jauh berlari ber mil-mil dalam imajinasi saya. Atau sederhananya, saya merasa pendefinisian yang mereka ataupun saya buat tidaklah mampu mencakup seluruh pengertian saya tentang apa itu Cinta. Apalagi mungkin pengertian Cinta yang sebenarnya?

Yah… saya jadi ingat sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh seorang Albert Einstein klo ga salah kayak gini “Tidak ada seorangpun yang benar-benar memahami suatu rumus. Ia hanya akan terbiasa dengannya”.

Dulu saya tidak begitu paham dengan kalimat ini. Tapi sekarang,-setelah menemukan betapa saya tidak mampu untuk benar-benar merumuskan dan memahami sebuah definisi dari kata Cinta yang sebenarnya- saya akhirnya bisa mengerti… Mengerti apa maksud Einstein ketika mengucapkan kalimat itu. Bahkan Einstein sang jenius pun mengakui bahwa ia tidaklah benar-benar paham dengan rumus-rumus yang seharusnya sudah menjadi makanannya sehari-hari (termasuk rumusan E=mc2 yang ia buat sendiri mungkin?). Bagaimana dengan saya yang sedang mencoba merumuskan definisi cinta yang sebenarnya?

Jadi kesimpulannya? Akan susah bagi saya untuk benar-benar mengerti, memahami dan merumuskannya dalam kata-kata tentang apa itu Cinta… Setidaknya, karena cinta sudah merupakan bagian dari hidup, Ya… Biasakanlah hidup bersamanya. Toh cinta itu menurut saya cukup membahagiakan koq. Asal disikapi dengan baik dan bijaksana…

SAYA MENYERAH...

Tapi perlu diingat juga, bukan maksud saya untuk lalu mengabaikan “pendefinisian” itu lho. Sebuah “pendefinisian” itu penting untuk memahami sesuatu. Yah walaupun tidak benar-benar memahami, setidaknya dengan mengetahui definisinya berarti kita sudah berada cukup dekat dengan kebenaran (kalimat ini, saya lupa siapa yang pernah mengatakannya pada saya). Dan lagi Tuhan kan meyuruh kita berjalan di jalan kebenaran bukan? Walau seperti orang mabuk yang tidak bisa berjalan lurus dan mudah terjatuh, setidaknya kita sudah berusaha. Saya yakin Tuhan pasti akan memaafkan kesalahan hambanya dalam usahanya meniti jalan Nya (kalimat favorit saya ini ^_^). Sehingga...

SAYA MENYERAH UNTUK SEMENTARA INI... TAPI INGAT!!! SAYA AKAN KEMBALI SUATU SAAT NANTI UNTUK MENCOBA MERUMUSKANNYA KEMBALI!!!

Selasa, 16 Maret 2010

Aim at Simplicity, Hope for Truth

Georg Christophe Lichtenberg dalam salah satu aphorismenya pernah menyebut bahwa “Membaca berarti ber-hutang” (Weleh, utang saya banyak donk?) Kemudian ia melanjutkan “Menciptakan sesuatu dari bacaan berarti membayar utang”. Yah walaupun enggak bakal terbayar semua, setidaknya saya nyicil dulu deh… dengan mencoba menuliskannya di blog ini ^_^

Kmaren saya berkunjung ke rumah teman saya untuk sekedar menghabiskan makanan kecil di rumahnya (Yeah... ). Ngobrol-ngobrol sebentar abis itu dilanjutkan dengan acara nyemil-nyemilsambil nonton koleksi film barunya. Ga sengaja mata saya tertuju pada sebuah buku usang di bawah meja belajarnya. Saya ambil tuh buku berdebu dan saya baca judulnya “Problem and Project” Bobbs Merrill. Buka-buka halamanya sekilas, baca-baca kalimatnya sepintas, teknik membaca cepat digunakan (padahal karena lagi males baca aja)… Ga sengaja membuka di halaman bertuliskan 352, saya menemukan sebuah kalimat yang cukup familiar di telinga saya.

“We aim at simplicity and hope for truth”.

Eh, koq rasanya kayak pernah denger yah? Setelah di baca lagi, "ooh Nelson Goodman ini!!!!". Alhasil hanya karena tertarik dengan kalimat itu, saya pinjem bukunya dengan janji bakal dibalikin minggu depan untuk bahan nulis di blog ini. "Dasar ga kreatif", kata temen saya itu... "Hahahahaha!!! emang!" jawab saya.

Oke, karena ga mungkin saya tulis semua satu buku, saya kutip paragraf favorit saya aja :

“If you want to go somewhere quickly, and several alternative routes are equally likely , no one ask why you take the shortest. The simplest theory is chosen not because it’s most likely true, but because it’s scientifically the most rewarding among equally likely alternatives. We aim at simplicity and hope for truth”

Artinya :
Jika kamu ingin pergi ke suatu tempat dengan cepat, dan ada beberapa rute/jalur alternatif yang kelihatannya sama-sama bisa digunakan, tidak seorangpun akan bertanya kenapa kamu memilih rute/jalur paling singkat. Teori yang paling sederhana dipilih bukan karena (teori) itu yang paling mungkin benar, tapi karena (teori) itu secara ilmiah paling berharga diantara alternatif-alternatif lain yang sama-sama bisa digunakan. Kita mengarah pada kesederhanaan dan mengharapkan kebenaran.

(Maaf klo translate saya agak kacau >_<)

Bener juga yah apa yang dikatakan oleh om Nelson ini… bahwa kita memang mengarah pada kesederhanaan dan mengharapkan kebenaran. “Ngapain ngerjain soal matematika pake rumus yang panjang, klo pake rumus yang sederhana aja bisa terjawab? “

Hanya yang perlu ditekankan bahwa… tujuannya tetap satu, yaitu (mengharapkan) kebenaran. Misalkan ada pernyataan seorang PSK kayak gini; “Ngapain susah-susah cari kerja, klo bisa dapet uang banyak dengan jual diri?” (Nahh lhoo…) “Dengan jual diri, kebutuhan hidup keluarga bisa terpenuhi, makan tercukupi, utang terbayar, anak bisa bersekolah… daripada kerja biasa, gaji kecil, kebutuhan keluarga tidak bisa terpenuhi, utang menggunung, anak nggak bisa sekolah dan kurang gizi” (Nahh lho… Gimana coba?) Ada alasan pembenarnya disini… Benar Vs Salah?

Hmm… klo ambil analogi kehidupan PSK emang kelihatannya agak dilematis ini (dan saya tidak suka memikirkannya). Tapi mungkin bisa disederhanakan (“We aim at simplicity and hope for truth” ^_^) dengan menganalogikannya dengan seorang siswa yang berusaha mencari sebuah rumus cepat dalam mengerjakan sebuah soal matematika. Apa yang dilakukan siswa itu? Klo saya sih akan mencoba membuat sebuah rumus, mulai dari yang paling sederhana… yups, yang paling sederhana. “Ngapain ngerjain soal matematika pake rumus yang panjang, klo pake rumus yang sederhana aja bisa terjawab? “ dan saya akan menggunakan rumus itu untuk mengerjakan soal-soal matematika serupa hanya ketika memang rumus tersebut terbukti dapat menghasilkan jawaban yang tepat. Klo enggak menghasilkan jawaban yang tepat? Ya tinggalkan dan coba rumus yang baru yang paling sederhana lainnya diantara rumus-rumus lainnya sampai menemukan sebuah rumusan yang paling tepat dan sederhana . Sepeti kata om Henri Poincare juga klo ga salah kayak gini : “Eksperimen adalah sumber kebenaran; yang dapat mengajari kita tentang sesuatu yang baru dan memberikan kita sebuah kepastian”.

Lalu apakah sang PSK harus nyoba satu-satu gitu? Mulai dari jual diri? Jual organ tubuh? Jual anak? Dan seterusnya?

Hohoho… tidak semua eksperimen itu harus dilakukan sendiri kan? Menggunakan hasil penelitian dan eksperimen orang lain yang telah diakui kebenarannya juga akan sama hasilnya (Klo udah jelas salah, ngapain dipake?). Maka klo kita kembali kepada sang PSK… Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini menyimpulkan bahwa Prostitusi, Jual organ, dan juga Jual anak adalah hal yang yang dapat membawa pengaruh negatif bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar (Kalopun tidak ada penelitian seperti itu, setidaknya diakui sebagai kebenaran umum ^_^)

Jadi apa donk yang harus dilakukan sang PSK?

Yah kembali ke jalan kebenaran duonk… jalan sesuai dengan norma-norma kebenaran (agama, kesopanan, kesusilaan, hukum) yang telah diakui oleh masyarakat umum sebagai suatu kebenaran (bolak-balik akhirnya kembali ke sini juga >_<)

Untuk itulah kebijaksanaan sangat penting disini untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Kebijaksanaan dengan memperhatikan menggunakan norma-norma kebenaran untuk membangun sebuah tembok penghalang agar alternatif buruk yang bisa digunakan menjadi tertutup dan tidak dapat digunakan lagi.

“We aim at simplicity and hope for truth”. Nulis apa saya ini?

Rabu, 24 Februari 2010

Sepasang Rusa Dilanda Asmara...

Lagi-lagi teringat masa lalu...

Dulu waktu saya masih kecil, ayah sering menceritakan banyak kisah fantasi pada saya (ayah saya sering menyebutnya sebagai dongeng). Imajinasi ayah yang luar biasa, menghasilkan cerita yang tak ada habisnya. Baik ketika saya beranjak tidur, bangun tidur, menyuapi makan (yups, dahulu saya memang lebih suka disuapi oleh ayah...), hingga ketika ayah hendak berangkat ke kantor, ayah selalu menceritakan kisah-kisah fantasinya itu. Kisahnya biasa bercerita tentang kehidupan hewan-hewan di hutan seperti kancil, kelinci, rusa, dan hewan-hewan lucu lainnya yang bisa berbicara (sejak kecil saya memang suka cerita semacam itu). Selebihnya, adalah petualangan peri di dunia fantasi.

Hei-hei, berbeda dengan ibu... Ia hampir tidak pernah memberikan cerita fantasinya kepada saya. Pernah sekali ia menceritakan sebuah kisah yang sampai sekarang tidak pernah saya lupakan (itupun setelah saya merengek meminta ibu menceritakan sebuah kisah kepada saya sebelum saya beranjak tidur).

Ibu berkata "Dengarkan baik-baik ya, judul cerita ini adalah SIAMANG BISU"
.................... (diam sejenak).
Ibu melanjutkan "karena si siamangnya bisu, makanya ia tidak bisa bercerita"

Dan cerita berakhir sampai di situ saja. (Kecewa berat melanda diri saya waktu itu).
Tapi ibu punya cara lain untuk menghibur kekecewaan saya. Untungnya ibu pandai menyanyi. Dan ia kemudian menyanyikan sebuah lagu berjudul -SEPASANG RUSA- (Wow, sepertinya saya akan menyukainya). Dan ia mulai menyanyikannya dengan nada sendu...

Sepasang rusa dilanda asmara
Mereka pergi berdua-dua
Menikmati udara berkasi-kasihan
Berbahagia lah mereka

Oke sampai sini saya cukup senang mendengarkan lagu yang dinyanyikan ibu. Akan tetapi mimpi itu harus berakhir ketika ibu melanjutkan liriknya...

Akan tetapi datang lah tiba-tiba
Seorang pemburu yang mengintai
Dia lalu menenbak rusa itu
Matilah si rusa betina, haa-haa...

Rusa jantan berlari masuk hutan
Kasihan kekeasih nya telah hilang
Akhirnya tak tertahan dia masuk jurang
Tamat lah owh, riwayatnya...


Saya lalu mulai menangis! menangisi nasib kedua rusa itu. Begitu cepatnya lagu ini menghancurkan mimpi gadis kecil tak berdosa di atas tempat tidurnya.

Hahaha... itulah sebagian ingatan masa kecil saya. Ibu saya memang begitu, suka usil sama anaknya sendiri. Tapi secara keseluruhan ia adalah ibu paling baik di dunia ini, dan tidak ada yang bisa menggantikan ibu seperti dia. Ibu yang paling sempurna di mata saya (walaupun suka usil sama anaknya sendiri).

Jadi apa kebijaksanaan hari ini? "Jangan nyanyikan lagu itu di depan anak kecil !!!" Bisa stress dia. Oh iya, lagu aslinya berjudul -Sepasang Rusa- dinyanyikan oleh oleh Tetty Kadi. Mau denger lagunya? denger lewat Youtube di bawah ini :

Senin, 22 Februari 2010

Bahagia dalam kegilaan

Sepotong Lirik lagu milik RAN -Jadi Gila-

Kau buat ku jadi gila
Saat kau juga bilang cinta padaku

Tak kuasa ku menahan rasa bahagia

Saat kau ucapkan cinta


Apa sih penyebab kegilaan? Rusaknya sel otak? Bisa jadi... Beberapa penyakit tertentu memang bisa mengakibatkan rusaknya sel-sel otak (contohnya sipilis). Penyebab lainnya mungkin karena memar, cedera, racun, ataupun kelainan bawaan lahir yang mengganggu kerja sistem otak. Tapi tahu enggak, sebagian besar kegilaan di dunia ini bukan disebabkan oleh hal-hal yang saya sebutkan diatas. Bahwa kebanyakan otak dari orang-orang yang mengalami kegilaan sama sehatnya dengan otak dari manusia normal.

Jadi kenapa orang dengan kerja sistem otak yang sehat bisa menjadi gila?
Saya ingat sewaktu SD di Yogjakarta, ada seorang pemuda gila yang sering terlihat di sekitar perumahan saya. Saya agak lupa namanya, tapi saya sangat ingat wajahnya... Soalnya ayah saya dulu sering ngobrol dengannya (jangan-jangan eh jangan-jangan ayah saya juga... Hahahaha). Penampilannya sangat kumal dengan baju compang-camping dan Rambut panjang menggimbal sambil membawa bungkusan kain (entah isinya apa) dan selalu mengibas-ngibaskan sejumlah uang receh lembaran seratus rupiah kayak gini di depan tiap wanita muda yang lewat. Hei, kadang-kadang dia juga suka menyanyikan tembang-tembang jawa dan bertingkah seperti seorang dalang lho... Seingat saya, suaranya sangat bagus lho! Benar-benar suara seorang seniman Jawa (Yah tipe-tipe suara Sujiwo Tejo gitu).

Klo dari pengakuan ayah saya dulu sih (yang sering berbicara dengan pemuda gila itu), katanya pemuda gila itu cukup asik diajak ngobrol....
-Hah???-
Ia (Pemuda gila itu maksudnya) ngobrol dengan ayah menggunakan bahasa yang cukup mencerminkan seorang intelektual. Pengetahuan yang luas akan seni dan budaya jawanya juga membuat ayah cukup kagum.
-Weleh???-
Cuma diakui juga oleh ayah kadang pembicaraannya jadi agak ga nyambung, ketika ia sudah mulai menceritakan kehidupannya. Singkatnya, ia mengaku sebagai pria kaya raya yang punya banyak harta dan wanita.

Menurut cerita dari masyarakat sekitar, dulu pemuda itu adalah seorang Mahasiswa dari Institut Seni Indonesia di Yogjakarta (ISIJOGJA). Kegilaannya berawal ketika kekasih yang sangat dicintainya, meninggalkan dirinya demi pria lain yang lebih kaya. Depresi dan putus asa, ia memilih lari dari kenyataan dan berkubang dalam kegilaannya. Terdampar di Lingkungan perumahan kami dan makan makanan dari tempat sampah di sekitar perumahan kami. (Menyedihkan juga klo saya ingat-ingat lagi)

Hidup menghancurkan semua hasrat bersama sang kekasih dengan begitu kejamnya dalam dunia nyata. Tapi dalam kegilaannya, semua hasrat tersebut terpenuhi. Membawanya kepada kebahagiaan yang tidak bisa ia dapat dalam dunia nyata.

Ada banyak orang-orang yang gila karena kejamnya hidup ini. Bahkan mungkin mendapat perlakuan yang lebih kejam dari pemuda yang saya ceritakan barusan. Disiksa, dianiaya, dipaksa, dan dihina hingga tak ada yang tersisa dari harga dirinya sebagai seorang manusia. Saya ingat pernah membaca pengakuan dari seorang dokter jiwa (tentang salah seorang pasiennya yang kegilaannya disebabkan oleh sebuah tragedi perkawinan klo tidak salah) : "Kalau saya mampu mengulurkan tangan dan mengembalikan pasien saya dalam dunia nyata, saya tidak akan melakukannya. Dia lebih bahagia dalam kegilaannya."

Hahaha... bukan menyarankan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kegilaan lho! Yang harus kita sadari bahwa "Kebahagiaan itu hanya ada dalam Pikiran". Kegilaan di atas saya gambarkan sebagai bersembunyi dalam imajinasi pikiran untuk melarikan diri dari kenyataan. Yang jelas tidak baik untuk melarikan diri dari kenyataan. Yang baik menurut saya adalah menghadapi kenyataan dengan bantuan imajinasi yang rasional dan membahagiakan sebagai motivasi mencapai tujuan... Yes! Hidup Imajinasi...!

Selasa, 02 Februari 2010

Naruto oh Naruto...

Beberapa hari yang lalu saya melihat sebuah buku dengan judul yang cukup menarik di Gramedia. Judulnya adalah "Anakku Dididik dan Diasuh Naruto". Saya tidak membaca isinya (karena masih dibungkus), tetapi saya yakin isinya pasti mengenai "buruknya film naruto bagi perkembangan anak-anak" (karena saya baca sinopsisnya, hehehe).

Saya akui bahwa Film Naruto kadang tidak baik untuk anak-anak. Karena apa? Banyak unsur kekerasan dan ehmm... "bumbu" yang tidak layak konsumsi bagi anak-anak Indonesia macam kita (saya juga). Misalnya aja, Klo pertempuran lagi keras-kerasnya nih, kata-kata kata-kata kasar pun akan diucapkan dengan lantangnya. Hei... Masa anak kecil dah diajarin memakai kata-kata seperti "kurang ajar!" atau "sial!". Adegan kekerasannya pun ga main-main. Pertarungan berdarah-darah sampai ledakan yang menghancurkanpun adalah hal yang biasa di film ini (mo ngajarin anak Indonesia jadi teroris apa?). Belum lagi bagi dengan bumbu-bumbu yang "ga patut" untuk konsumsi anak kecil kayak Sexy No Jutsu ataw Harem No Jutsu... Parah dah pokoknya. Padahal hampir seluruh anak Indonesia kan nonton Film Naruto (kecuali yang ga punya tipi).

Tapi, sebagai pengemar Film Naruto saya juga merasa harus sedikit membela. Tidak semua yang ada di Film Naruto itu buruk koq. Ada hal-hal positif seperti "Perjuangan", "Kebajikan", "Persahabatan" dll... Bahkan kita juga bisa gali Nilai Filosofis yang cukup menarik dan mendalam (walaupun agak mengada-ada juga, ^_^) dari beberapa adegan di sana. Saya coba gali Nilainya, dan... Voila!!! Coba aja klik pada link-link komiknya urut dari satu sampai empat ---> 1 2 3 4

Yups tentang kertas putih kosong, dan Kertas putih dengan titik Hitam di tengahnya. Rata-rata orang memang bereaksi seperti Naruto ketika melihat hal tersebut, Yaitu terkonsentrasi pada titik Hitam. Coba deh kita analogikan bahwa kertas itu adalah kehidupan kita, dimana Putih adalah Hal Positif, Kebahagiaan, dan Keceriaan sedangkan Hitam adalah Hal Negatif, Kesengsaraan, dan Penderitaan. Orang-orang sering menganggap bahwa Tuhan itu begitu kejam dengan memberikan kesengsaraan dalam hidup... Tapi sadarkah manusia? Kesengsaraan itu tidaklah sebanding dengan Kebahagiaan yang telah Tuhan berikan kepada kita... Kesengsaraan itu hanyalah sebuah titik Hitam dalam perjalanan hidup kita. Kita harus melihat sisi positif dari setiap kejadian yang tidak menyenangkan. Dengan demikian, kita bisa mengambil hikmahnya. Dengan berkonsentrasi pada bagian yang Putih, kita sebenarnya bisa merasakan keceriaan dan kebahagiaan.Sebaliknya, kita akan terkungkung dalam penderitaan, kesengsaraan dan beban hidup bila hanya terkonsentrasi pada sisi Hitam dari setiap kejadian yang tidak menyenangkan.

Selasa, 19 Januari 2010

Otak segede Planet Jupiter?

Kucing pasti bertanya-tanya... "Ngapain sih manusia itu mesti memasak ikan sebelum dimakan? Ngerepotin aja!" Karena otak kucing ga segede manusia... Mana ngerti si kucing tentang memasak ikan agar lebih enak dan bebas penyakit?

Manusia pun bertanya... "Kenapa sih Tuhan tidak adil?" atau "Kenapa sih Tuhan jahat sama saya" atau pertanyaan-pertanyaan lainnya tentang tindak tanduk Tuhan yang dirasa tidak memuaskan manusia... Karena otak manusia ga lebih besar dari kepalanya... mana ngerti dia?
Yang pasti klo Tuhan punya perwujudan otak, pasti tu otak jauh lebih besar dari Planet Jupiter Hahaha...

(Ampuuuun Tuhan... Jangan jewer kuping saya plis!!!)

Kamis, 07 Januari 2010

Demi Sebutir Permen

Hmm... kmaren saya membaca sebuah sajak yang cukup lucu (menurut saya) dari si ikan biru di Yahoo answers. Saya kutipkan saja :

-------------------------
#1 CINTAKU PADAMU

: padat merayap
----

#2 PERMEN

sebutir saja yang kau mainkan di bibirmu itu terjatuh,
aku siap ladeni semutsemut beradu tinju
---

3# PETI HATIMU

: mampu kuintipi saja
( dasar tusuk konde tiada guna! )
---

4# LAGU

tempelkan telingamu, di dadaku
dan dengarkan sederet lagu berjudul namamu
hapalkan lirik itu, salin di hatiku
lalu nyanyikan ulang dengan manis suaramu
gunakan saja, mikrofon di bibirku
"PLAKKK!!!"
---

5# TENTANG PETI YANG KUSEBUT HATI

: kukosong tuk kuisikan lagi
----

Malang
ikan biroe
salam ikan..piiss..
-------------------------

Beradu tinju dengan semut? Hahahaha!!!!
Mau lihat yang versi aslinya? klik disini

Senin, 04 Januari 2010

Mengawali Tahun 2010 dengan kekacauan.

Sebenarnya dah pernah saya kemukakan disini. Tapi menurut saya cukup tepat untuk memulai tahun 2010 ini dengan kekacauan. Saya kutipkan lagi sepenggal :

-------------------------

Saya kutipkan dari Thus Spake ZaraThustra, Prologue oleh Fredrich Nietzche :

Aku katakan padamu; manusia harus memiliki kekacauan dalam dirinya, untuk melahirkan bintang-bintang yang menari. Aku katakan padamu; kau masih memiliki kekacauan dalam dirimu.
Astaga! Masanya telah tiba, saat manusia tidak melahirkan bintang-bintang

(paragraf Favorit saya :-D)
......

Kekacauan dalam diri... mungkin terlihat negatif.
Tapi bagi saya itu lebih terdengar seperti "sebab untuk berfilsafat"
Aristoteles juga pernah berkata "karena bertanya pada awalnya manusia berfilsafat".

-------------------------

semoga di awal tahun baru 2010 ini menjadi awal bagi saya untuk menemukan kebijaksanaan dalam hidup ini...
 

Blog Template oleh YummyLolly.com - Header dibuat dengan PS brushes oleh gvalkyrie.deviantart.com
Disponsori oleh Free Web Space